This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, October 03, 2005

Ahad 2 Oktober 2005: Sebuah Catatan

Ahad, 2 Oktober 2005

Pukul 08.00 WIB, saya dan teman-teman dari FLP Bekasi dan juga SMU Muhammadiyah sudah bersiap-siap di tempat acara: SMU Muhammadiyah 9 Bekasi. Halaman sekolah tampak lengang. Gedung SMU pun terlihat sepi, kecuali di satu ruang besar yang terletak di lantai 2. Ruang aula yang akan menjadi tempat acara berlangsung pun masih sepi. Ketika saya menjenguk ke dalam, hanya terlihat Irshad (ketua pelaksana acara dari FLP Bekasi), Ikhwan (ketua tim teknis dari SMU Muhammadiyah), dan sekitar dua orang lainnya. Pandangan saya pertama kali tertuju pada backdrop ruangan, yang dibuat keroyokan oleh teman-teman dari SMU Muhammadiyah, yang tampaknya hampir-hampir tidak bisa dipasang. Backdrop sederhana itu dibuat dari gabus putih berbentuk segiempat yang ditempeli huruf-huruf yang dilapisi karton warna-warni. Saya kemudian ingat perkataan Ninies dan Ikhwan ketika rapat terakhir, bahwa backdrop itu mereka buat sendiri dari sisa bahan-bahan yang ada di sekolah, sehingga tidak perlu membeli lagi. Klise memang, kami kekurangan dana. Saya lantas menggigit bibir, backdrop itu … jantung saya berdetak keras, membayangkan kekecewaan dari beberapa orang yang akan hadir. Tapi saya segera lupa akan pikiran itu.

Ruang aula yang sebenarnya terdiri dari 3 kelas dijadikan satu itu terlihat cukup luas. Saya tidak memikirkan apakah nantinya ruangan itu akan terisi penuh atau tidak. Saya, dan juga mbak Rahma yang baru saja datang, langsung turun lagi ke bawah, tempat pendaftaran peserta, untuk memeriksa apakah ada hal-hal yang kurang.

Kardus-kardus konsumsi menumpuk di pojok tangga dekat pintu masuk. Tempat pendaftaran yang terletak mepet ke tangga, sempit, dan sedikit terganggu dengan letak tempat itu yang berdekatan dengan tempat sampah. Tumpukan majalah ANNIDA untuk souvenir peserta … saya sedikit membayangkan para peserta yang harus berdesak-desakan masuk ke dalam, membeli tiket, dan entah kepanikan apa yang mungkin akan terjadi. Saya kemudian bergegas memeriksa lokasi bazaar. Enam buah meja yang disusun menjadi tiga stand bazaar. Hari masih pagi, mungkin siang nanti teman-teman yang bertugas menjaga stand bazaar tidak akan seceria sekarang. Tempat terbuka, panas pastinya.

Saya berkeliling ke depan sekolah, memerhatikan sekali sebuah spanduk hijau yang tergantung di sisi depan gedung itu. Saya kembali teringat pada backdrop di ruang aula, dan terngiang percakapan dengan beberapa orang panitia teknis saat rapat dan malam sebelum acara melalui telepon.

“Mbak, spanduknya terlanjur dicetak nih … dan nggak ada logonya,”
“Aduh! Tempel aja kalo gitu, ya. Nanti diprint, trus langsung ditempel aja, nggak apa-apa kok, yang penting ada.”
“Mbak, emang penting banget ya nyantumin logo? Tulisannya emang musti ada?”:
“Uang konsumsi yang kemarin harus diganti segera, Mbak? Kayaknya kita kekurangan dana nih, Mbak!”
“Mbak, majalah beres, bazaar beres, sound system beres, pokoknya udah semua.”

Pukul 9 kurang sekian menit, mbak Rahma masih terlihat bolak-balik di ruang aula, dan kemudian turun lagi ke tempat pendaftaran. Ninies dan Ilham, yang akan menjadi MC acara, terlihat sedikit gugup, malah kertas contekan mereka sempat hilang! Pembaca tilawah dan sari tilawah tidak hadir, dan akhirnya digantikan (dengan sedikit paksaan) oleh Maulana (anggota FLP Bekasi, yang ditelpon mendadak dan dipaksa datang). Peserta yang berseliweran di lokasi bazaar dan di ruang aula, matahari yang mulai terik, panitia teknis yang berkali-kali menghampiri mbak Rahma untuk bertanya ini-itu, sepertinya semua mulai gugup.

Pukul 10 kurang sekian menit, semua pembicara hadir. Mas Boim yang sampai lebih dulu, dan rombongan dari LPPH langsung naik ke ruang aula.

Kedua MC acara terlihat makin gugup, mbak Rahma sibuk meyakinkan mereka bahwa semua akan beres. Irshad, yang tampak sedikit lebih tenang, juga ikut mundar-mandir. Saya mencari-cari mbak Nanik, yang ternyata sedang berbicara dengan sie dokumentasi (yang terbengong mendengarkan mbak Nanik). Jantung saya berdetak kencang,

"Mbak Nanik ..." saya menyapanya.
"Vita! Seharusnya saya temuin kamu dari tadi! Vit ..."

Yap. Setiap pekerjaan yang telah direncanakan, ternyata pasti menyimpan sebuah kekurangan. Tapi kali ini rupanya cukup fatal dan mengecewakan. Bagi saya, dan juga panitia lainnya, bukan lagi kecewa. Rasa tak enak, bersalah, bingung, dan resah yang tersimpan sampai akhir acara. Satu hal yang benar-benar luput dari perhatian kami semua sampai di persiapan akhir acara: mencantumkan logo sponsor pada spanduk. Hiks ....

Hingga pukul 11, acara berlangsung cukup meriah. Mas Boim dan mbak Asma sepertinya menjadi favorit peserta, dengan semangat dan keterampilan mereka membawakan acara. Acara yang dibuka dengan pembacaan cerpen oleh Birulaut cukup memikat peserta. Selanjutnya, acara talk show yang dipandu oleh mbak Asma sangat memberikan inspirasi dan masukan berharga untuk semua peserta dan juga anggota FLP Bekasi sendiri. Terutama ketika mendengar pengalaman dari Deny Prabowo dan Leyla Imtichanah, yang diperkenalkan mbak Asma sebagai penulis-penulis muda yang cukup produktif.

Di penghujung acara, LPPH membagikan doorprize berupa buku-buku terbitan LPPH bagi beberapa peserta yang terpilih atas tulisan terbaik mereka pada tugas yang telah diberikan saat acara. Panitia yang juga telah menyiapkan hadiah bagi peserta akhirnya memberikan beberapa pertanyaan ringan, yang dijawab dengan berebutan. Pameran buku-buku terbaru dari LPPH pun menarik peserta dan panitia, bazaar diserbu!

Pukul tiga sore, panitia teknis masih sibuk membereskan ruang aula dan lokasi bazaar. Semua tampak lelah. Bagaimanapun, kami semua sangat bersyukur. Terima kasih untuk semua yang telah mendukung acara.



FLP Bekasi thanks to ...

Assalamu’alaikum wr wb.

Alhamdulillah …
Pada Ahad, 2 Oktober 2005 kemarin, telah dilaksanakan FLP Bekasi Goes to School di SMU Muhammadiyah 9 Bekasi.

FLP Bekasi khususnya, dan juga seluruh panitia acara, mengucapkan TERIMA KASIH kepada seluruh sponsor dan pendukung acara. Acara yang telah direncanakan cukup lama ini akhirnya bisa terlaksana juga, walau dengan banyak sekali kekurangan di sana-sini. FLP Bekasi dan juga teman-teman panitia teknis dari SMU Muhammadiyah 9 Bekasi berharap acara ini dapat memberikan manfaat bagi para peserta, dan terutama hikmah yang besar sekali bagi kami semua untuk dapat menyelenggarakan acara berikutnya dengan lebih baik lagi.

THANKS TO:

LINGKAR PENA PUBLISHING HOUSE – sebagai sponsor utama acara
Untuk mbak Nanik, mbak Nita, mbak Asma, mbak Leyla, mas Birulaut, mas Boim, dan seluruh rekan-rekan dari LPPH, terima kasih atas semua bantuan untuk acara ini. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan yang ada, mohon maaf bila telah mengecewakan, semoga LPPH berkenan memaafkan kekurangan kami tersebut dan kami sangat berharap di lain kesempatan kita dapat menjalin kerja sama lagi.

SMU MUHAMMADIYAH 9 BEKASI
Kepada IRM Muhammadiyah 9 Bekasi, kepada Pimpinan Cabang dan Daerah Muhammadiyah Bekasi, kepada Kepala Sekolah beserta seluruh staf guru dan karyawan, kepada seluruh teman-teman;adik-adik murid SMU Muhammadiyah 9 Bekasi; terima kasih atas kontribusinya, pengorbanan serta semangat kalian dalam menyelenggarakan acara ini.

SMU 1 Bekasi
Khususnya teman-teman dari KANSAS SMU 1 Bekasi, dan staf guru yang mendukung acara ini, terima kasih atas dukungannya. Semoga di lain kesempatan kami dapat menyelenggarakn acara serupa di SMU 1 Bekasi.

DAKTA FM
Terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk menyiarkan Talk Show sebagai sarana promosi acara, dan setiap bantuan yang telah diberikan untuk acara ini.

Majalah ANNIDA
Terima kasih atas bantuan pemberian majalah ANNIDA sebagai souvenir bagi peserta acara.

Syaheed dan Percetakannya (namanya apa ya?)
Terima kasih untuk bantuan pembuatan spanduk acara.

Para donatur
Mohon maaf bila tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuannya.

Teman-teman FLP Bekasi, yang turut hadir untuk meramaikan acara.

Dan pihak-pihak lain yang mungkin belum disebutkan
Terima kasih yang sebesar-besarnya.


Semoga di acara FLP Bekasi Goes to School berikutnya kami dapat memperbaiki segala kekurangan dan menyelenggarakan acara ini dengan lebih baik lagi.

Wassalamu'alaikum wr wb
Panitia Acara FLP Bekasi Goes to School

Monday, August 15, 2005

"Miss Chatting"

“Kamu mau chatting lagi, Ra?”

Eh…dia malah senyum-senyum sendirian. Tangannya masih sibuk membereskan buku-buku dan memasukkannya semua ke dalam tas.

“Memangnya kamu ada janji chatting jam berapa sih? Sekarang? Emangnya penting banget ya, Ra?”

Rara menoleh padaku sebentar, lalu mengedipkan matanya, dan kembali sibuk dengan tasnya.

“Huuh..! Dasar centil!” Kataku kesal. Memangnya enak dicuekin ?!


Ketagihan chatting?? Owh, No!!! Begitulah Lindi, seorang cewek manis yang masih duduk di bangku SMA. Awalnya, ia bisa dibilang gaptek dan tidak mengenal internet sama sekali. Ternyata hobi chatting itu 'ditularkan' secara tidak sengaja dari sahabatnya, Rara, dan segera menjadi kegiatan favorit Lindi hampir setiap pulang sekolah. Sampai ketika Lindi 'terjebak' pada rayuan gombal para teman chatting yang sebenarnya tidak ia kenal. Gimana perjuangan Lindi belajar chatting? Apa yang akhirnya dapat 'menyembuhkan' Lindi dari 'demam chatting'?

Baca aja sendiri!!! Jangan sampe ketinggalan, ya!!!

"Miss Chatting"

(karya DH Devita)

dalam buku

"I Love U SoMad"

Antologi Milad LPPH 2005

Penerbit: Lingkar Pena Publishing House



Image hosted by Photobucket.com


ps. segera satronin toko buku terdekat!



Tuesday, August 02, 2005

Hampir Sebulan Lagi...

Ahad, 31 Juli 2005,

Untuk yang ke sekian kalinya, pertemuan rutin berjalan dengan lancar. Alhamdulillah. Sekitar pukul satu siang, saya telah duduk bersila di selasar perpustakaan Darul Ulum Islamic Center Bekasi. Siang bolong, langit tak tampak cerah, pertanda akan hujan. Dalam hati, saya bertanya-tanya, siapakah saja yang akan hadir nanti. Jadwal Ahad itu cukup padat: bedah cerpen dan akan disambung dengan rapat panitia FLP Bekasi Goes to School.

Sekitar sepuluh menit kemudian, saya sudah ditemani oleh mbak Rahma. Dan kami sedikit banyak membahas konsep acara yang memang jadi tanggung jawab berdua. Lalu beberapa orang mbak-mbak yang manis muncul, ragu-ragu bertanya, "Lingkar Pena, ya?" Wah, ternyata 'pendatang baru' lagi. Dan hari itu kami ditemani oleh enam orang peserta baru. Selamat bergabung, semuanya! Jelas-jelas semakin besar harapan pengurus akan regenerasi di bulan September nanti.

Cerpen berjudul "Ada Puyang di Kampung Silam", karya Hadi Hariyanto. Menarik. Berani. Unik. Dan diskusi berjalan cukup padat akan masukan positif buat Hadi. Entah apa yang ada di benaknya, saya jadi teringat Gavin dan Lina Nurfalah. Dua orang yang sudah sempat 'dibantai' pada forum ini, bedah cerpen. Memang tak sering dilakukan, sebab jadwal pemberian materi untuk kelompok Muda dan Madya saja sudah cukup sedikit porsinya. Catatan tambahan bagi saya pribadi: perbaiki sistem kaderisasi.

Wiwiek, si pemberi komentar pertama. Ha. Rupanya cewek yang 'gila buku' ini sudah berkembang pesat sekali. Terus terang, saya agak terpana mendengarkan komentar-komentarnya yang disampaikan dengan tajam dan tegas. Saya tersenyum kemudian, sambil sedikit berbisik-bisik dengan mbak Rahma, "Udah makin jago dia," dan berbisik sendiri dalam hati, "Wah, bisa nih jadi pengganti gue," Haha...sorry, Wiek! Tercetus begitu aja, sih.

Nia, termasuk newcomer juga, tapi sejak awal minat dan komitmennya yang besar pada dunia tulis-menulis dan FLP sangat terlihat. Terbukti juga dari kesudahan acara tersebut, sekali lagi Nia menyerahkan naskahnya.
You go, girl!

Chris, juga pendatang baru, yang kalem dan adem-ayem, tapi saya yakin komentar sederhananya dibuahkan dari pikiran yang mendalam. Chris kelihatan begitu serius dan menikmati diskusi hari itu. Low profile sekali, walau saya tahu, Chris bukanlah seorang pemula. Benar saja. Satu buah judul cerpen yang diserahkannya telah memikat saya seketika. Nyala semangat itu tertuang di sana. Saya sudah mencatatnya baik-baik, satu lagi nama seorang 'calon penulis' yang pasti akan saya beli buku-bukunya kelak (yang satu lagi juga FLP'ers Bekasi, seorang yang selalu bisa merangkai judul tulisan yang begitu menarik hati).

Yang sedikit membuat kaget adalah antusiasme dari enam orang newcomers itu dan dua orang adik-adik dari SMU 1 Bekasi. Komentar dan tanggapan mereka tak kalah berbobotnya (fresh, habis ikut pelatihan sih ya?!). Saya kembali tersenyum-senyum, berdoa dalam hati, mudah-mudahan regenerasi ini berjalan lancar. Otak ini bermain-main, berbagai rencana dan email teman-teman di milis FLP berputar-putar. Kepengurusan mendatang harus lebih baik!

Hadi menerima banyak sekali kritikan. Tapi tampaknya tak pudar cahaya itu di matanya. Ia makin sering menelpon dan mengirim sms kepada saya. Pernah suatu malam, nama seorang Djenar tersebut dalam diskusi kami. Lelah, tapi saya yakin itu berharga.

Rapat kami, deru itu makin bergemuruh dalam dada saya. Ah, teringat hampir setahun lalu. Tak ada Wiwiek, mbak Rahma, Naila, Hadi, Chris, dan seorang Irshad. Panitia tak bisa dihitung. Cuma ada saya, dan bang Komar. Rupanya kekuatan yang tak seberapa itu menghasilkan sekian teman-teman yang begitu saya cintai kini. September, hampir sebulan lagi....


-Vita -

Wednesday, June 01, 2005

[INFO] Laporan Pertemuan Madya 29 Mei 2005

Assalamu'alaikum wr wb

[First of all, maaf karena baru sempet 'laporan' hari Rabu ini, semoga belum 'basi'...]

Ahad, 29 Mei 2005, pertemuan kelompok Madya FLP Bekasi kembali diadakan. Dengan sedikit berdebar, saya dan mbak Rahma memperhitungkan bahwa yang akan hadir pada pertemuan tersebut tidak banyak. Sebab beberapa anggota Madya yang dikonfirmasi menyatakan tidak bisa hadir. Tetapi, seperti biasa, saya berusaha menghubungi anggota Muda via sms, toh mereka pun berhak dan menyatakan keinginan untuk hadir. Memang, pertemuan kedua kelompok Muda dan Madya tersebut punya target sendiri-sendiri, namun tidak menutup kemungkinan untuk menghadirkan seluruh anggota dalam kedua pertemuan tersebut. Sekitar 4 orang anggota Madya yang hadir, dan sekitar 8 orang sisanya adalah anggota Muda.

Bahasan pada hari itu adalah mengenai 'Sudut Pandang dalam Penulisan Cerita/Cerpen' oleh Azimah Rahayu. Saya memang sengaja 'menyimpan' tema-tema sulit untuk dibahas oleh 'yang lebih berpengalaman'. Salah satunya adalah Azimah Rahayu, mantan Ketua FLP DKI dan kini menjabat sebagai pengurus pusat FLP. Saya pikir, sayang sekali anggota Madya banyak yang tidak bisa hadir. Sebab, target saya memang untuk segera meng-upgrade mereka, supaya kelak dapat lebih termotivasi berkarya dan dapat mengkader kelompok Muda dan anggota-anggota baru.

Siang itu, saya mendapat sms dari Yeni. Katanya, "Mbak, kita udah banyak yang ngumpul nih, mbak di mana?" Ketika menerima sms itu, saya sedang dalam perjalanan. Memang telah menyatakan akan terlambat sebelumnya kepada mbak Rahma, sebab acara rutin saya sedang tak bisa ditinggal. Rupanya mbak Rahma pun terlambat hadir, termasuk sang pengisi, yaitu mbak Azi. Namun nampaknya sekitar pukul setengah dua, pertemuan dilangsungkan dengan cukup lancar.

Sekitar pukul setengah tiga sore, saya tersenyum-senyum mendatangi 'kerumunan kecil' yang sedang rapi duduk bersila di pelataran masjid Islamic Center Bekasi, sambil masing-masing memegang kertas dan alat tulis. Semuanya serius menyimak tuturan kata dari mbak Azi yang, seperti biasa, begitu bersemangatnya menjelaskan materi. Oleh-oleh yang tersimpan di dalam tas pun urung saya keluarkan.

Sedikit me-review apa yang disampaikan mbak Azi mengenai 'Sudut Pandang dalam Penulisan Cerita'. Ada 3 jenis yang dikatakan sebagai point of view/sudut pandang tersebut, yaitu (1) Sudut Pandang Orang Pertama, biasa dicirikan dengan penggunaan tokoh 'aku' dalam cerita, (2) Sudut Pandang Narator Tahu Segala, biasa dicirikan dengan tokoh-tokoh yang dapat 'dibaca pikirannya' oleh pembaca cerita. Artinya, pembaca dapat mengetahui apa 'isi hati dan pikiran' atau emosi dari para tokoh tersebut (lebih dari satu tokoh), sebab diberitahukan oleh si narator/penulis cerita, (3) Sudut Pandang Orang Ketiga, yaitu ada satu tokoh sentral yang menjadi 'pusat'nya. Bisa dilihat dari satu orang tokoh yang 'dieksplor' oleh si penulis lebih dari yang lain. Termasuk menampilkan 'emosi' atau 'isi hati' si tokoh, sedangkan tokoh yang lain tidak.

Setelah pemaparan materi, seperti biasa, diadakan simulasi menuliskan paragraf cerita. Mbak Azi berusaha membahas satu per satu karya yang sudah dibuat, dan kemudian dikaitkan dengan bahasan. Cukup menarik, sebab disertai juga contoh-contoh novel atau cerpen.

Pertemuan diakhiri sekitar pukul setengah empat. Peserta yang ternyata kelaparan (hehehe...) menyerbu kacang bali yang saya bawa dan seplastik gorengan.

Menghadiri pertemuan kemarin, saya jadi optimis, bahwa FLP Bekasi memiliki 'penerus' yang cukup serius dan sepertinya regenerasi kepengurusan dapat dilakukan dengan lancar pada bulan September nanti. Bisa jadi, kelompok Muda atau teman-teman yang baru jadi anggota akan berkembang lebih cepat dibandingkan mereka yang lebih dulu mendaftar. Bagaimanapun, sekali lagi, kita semua harus memperhatikan FLP tidak hanya dari luar saja, melainkan dari sisi 'kepenulisan', 'keorganisasian', dan 'keislaman'nya. Semoga FLP Bekasi dapat terus memperbaiki sisi internal sekaligus memperluas hubungannya ke luar. Aamiin.


Wassalamu'alaikum wr wb
*Vita*

Thursday, May 26, 2005

[CURHAT] Oleh-oleh dari Bali

Sore itu begitu melelahkan. Rasanya ingin cepat-cepat sampai di penginapan, mandi, dan istirahat. Wah, pasti tak terkira nikmatnya! Kalau saja tak ingat permintaan kedua adik manis yang kutemui siang tadi, pasti kantuk yang menyerang akan berakhir lelap hingga malam.

Masih dengan songket india yang membelit pinggang hingga kaki, hak sandal manik-manik hitam yang kukenakan membawaku mundar-mandir sambil celingukan ke seluruh penjuru ruangan. Sampai kira-kira satu jam sebelum acara berakhir, handphone-ku bergetar,

"Mbak, tunggu Aya sampai datang ya, please...Aya kangen banget, pokoke jangan pulang dulu"

Satu jam lewat, akhirnya si cantik itu datang bersama seorang lagi kawannya. Aya dan Novi, dua orang anggota FLP Bali. Ini kali kedua kami bertemu, sebelumnya di Munas FLP di Kaliurang, Yogya. Kangen. Sepertinya lelah itu terusir pelan-pelan.

"Mbak, kapan bisa ketemuan dengan anak-anak FLP Bali?"
"Wah, iya ya?! Kalian kapan ada pertemuan? Maaf ya, kemarin nggak sempat. Ada acara keluarga sampai malam."
"Sore ini aja, Mbak. Kami ada rapat evaluasi di DSM (Dompet Sosial Muslim)."

Aku terkesiap. Ups, sore ini? Belitan songket hijau muda itu terasa semakin kuat, menjalarkan pegal-pegal ke seluruh bagian kaki. Rasanya badan ini akan remuk, mengingat tadi malam baru selesai acara pukul sebelas malam, mengantarkan seluruh tamu pulang dari rumah mertua. Fiuh! Tapi kalau tak hari ini, kapan lagi?

"Oke deh, nanti sore. Pukul berapa mau jemput?"

Senyum lebar menghiasi wajah Aya. Duh, jadi tambah semangat. Biarlah, lelah itu menanti sebentar lagi.

Sekitar pukul 4, Novi sudah stand by di atas motornya di depan KFC Kuta Square. Wah, naik motor, diboncengi akhwat pula. Jantung ini seketika menghentak-hentak. Kabarnya si manis ini suka ngebut pula. Hup, baca bismillah saja...

Pertemuan dengan pengurus FLP Bali yang direncanakan di kantor DSM Bali, akhirnya harus berpindah tempat ke Mushola Tawakkal. Musholla bertingkat yang sering digunakan untuk acara-acara pengajian, atau sehari-harinya digunakan sebagai TK atau SDIT. Sampai di tempat parkir di depan mushola, terlihat tiga sosok laki-laki, yang rasanya familiar sekali. Wah, ini pasti FLP'ers Bali yang kulihat dari jauh di gedung tadi siang. Masih dengan seragam yang sama, jaket mahasiswa dan celana panjang.

"Maaf, Mbak. Tempatnya harus pindah. Ternyata mushola dipakai ibu-ibu pengajian."

Duh, Novi. Si manis itu harus mengantarku dan kemudian menjemput Aya untuk sampai di DSM, tempat kami akhirnya memulai pertemuan. Terengah-engah, pukul lima sore. Bayang-bayang keletihan ternyata tak hanya menggelayut di wajahku. Toh mereka juga dalam kondisi yang sama.

Akhirnya, dimulailah. Pertemuan seru selama kurang lebih 2 jam, dengan jeda shalat maghrib. Hanafi, sang Ketua FLP Bali, tak henti-hentinya bertanya ini-itu, macam interograsi saja. Mereka, para ikhwan itu, duduk berjejer di hadapanku, Aya, dan Novi. Niat hati ingin menggali informasi dan mencari inspirasi dari aktivitas dan deklarasi yang baru dilangsungkan FLP Bali. Tapi akhirnya harus menyerah juga, biarlah mereka berpuas-puas dulu. Mulai dari Hanafi, Ali, Didi, sampai Aya dan Novi, semuanya melontarkan berbagai pertanyaan. Mulai dari FLP Bekasi sampai Eramuslim. Sharing, sekaligus jadi bahan evaluasi untuk diri sendiri juga. Sudah sejauh manakah kiprah FLP Bekasi?

Pengurus FLP Bali hanya terdiri dari 6 orang, yang mengaku belum patut disebut sebagai penulis. Kehadiran mereka di Munas kemarin rupanya telah menimbulkan semangat yang begitu besar (pun terlihat dari berapi-apinya Hanafi menerangkan ini itu) untuk membangkitkan kembali FLP Bali. Mereka mencoba mencontoh apa yang sudah dilakukan oleh FLP Yogya, termasuk soal struktur kepengurusan hingga kegiatan yang akan dilakukan, dan ingin menjadikan FLP Bali seperti FLP Kaltim, yang telah mengakar hingga ke masyarakat. Terbukti dari upaya mereka untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Termasuk dengan DSM Bali, yang telah merelakan tempatnya dijadikan 'basecamp' atau tempat pertemuan bagi para FLP'ers ini. Sebuah kerja sama yang cukup baik, FLP Bali turut andil dalam pembuatan dan pengelolaan majalah yang akan diterbitkan oleh DSM Bali dalam waktu dekat ini.

Hanafi dan Novi menceritakan panjang lebar bagaimana mereka melakukan audiensi ke beberapa pihak, di antaranya Diknas (yang kini katanya sudah mengakui keberadaan FLP Bali), MUI, sampai ke Bank Syariah Mandiri cabang Bali. Subhanallah...terharu, dan rasanya semangat itu terpompa kembali ke dalam benak ini. Termasuk rasa malu yang diam-diam merayapi hati. Mereka, adik-adik tercinta itu, dengan segala kesibukan dalam aktivitas belajar dan organisasi, ternyata pun telah terjun bekerja mencari maisyah, dan kini menambahnya dengan menjadi pengurus FLP Bali. Subhanallah...subhanallah.... Saat itu, rasanya ingin cepat-cepat pulang ke Jakarta kemudian menelpon mbak Rahma dan Wiwiek!

Menjelang pukul 7 malam, pertemuan diakhiri. Dibekali semangat serta banyak sekali ide di kepala ini, dan tak ketinggalan, selembar kartu nama Hanafi-sebagai pengurus FLP Bali! Kartu nama? Wah, sampai lupa menukarnya dengan kartu nama sendiri. Tercengang cukup lama. Duh, subhanallah…berkali-kali kubisikkan dalam hati. Jadi teringat komentar Hanafi mengenai FLP Bekasi yang harus menyewa tempat hingga sekitar dua ratus ribu per hari, “Dua ratus ribu? Itu sih murah, Mbak.”

Jadi tersenyum sendiri. Begitulah. Bila ada semangat dan kemauan untuk maju, mungkin segalanya akan terasa mudah dan pasti bisa dilalui.

Wednesday, May 18, 2005

[info] Pertemuan Muda, Ahad 15 Mei 2005

Alhamdulillah, Ahad tanggal 15 Mei 2005 kemarin pertemuan kelompok Muda FLP Bekasi telah dilaksanakan dan berjalan cukup lancar.

Peserta yang hadir sekitar 15 orang, termasuk saya dan mbak Rahma (betul kan, mbak?). Ada beberapa 'wajah baru' yang bikin pertemuan jadi tambah ramai. Beberapa orang yang memang minggu sebelumnya telah menghubungi saya via telepon atau sms rupanya menepati janji untuk datang.

Ada Hadi, karyawan Pemda Bekasi, asal Lampung. Beliau ini yang menelpon saya malam-malam, dan bercerita panjang lebar mengenai keinginannya untuk jadi penulis dan hobinya membaca novel. Mudah-mudahan pertemuan kemarin bisa nambahin semangat ya, Hadi.

Ada Christian, dari Kampung Dua. Beliau ini aktivis teater loh! Sudah sekitar 7 tahun berkecimpung di dunia teater, dan sempat menulis naskah/skenario film, tapi belum sempat difilm-kan. Wah, modal yang cukup lumayan untuk jadi penulis ya, Chris!

Ada Herti, sepertinya si mbak ini tahu FLP Bekasi dari blog-nya FLP Bekasi ya. Hehehe. Walau datang terlambat, tapi mudah-mudahan bisa mengikuti pertemuan dengan baik.

Ada Yenni dan Nia. Nia sudah hadir di pertemuan Madya bulan kemarin, dan keduanya pun hadir saat pertemuan Muda bulan kemarin, yang tidak berjalan efektif itu. Yenni sempat sakit typhus ya? Tapi alhamdulillah kemarin sudah sehat dan bisa hadir. Ada persamaan nih antara Yenni dengan Adnan, keduanya sama-sama penggemar Rumi, kata Nia. Wah, bisa nyambung lah kalau ngobrol ya?!

Ada bu Juariah dan anaknya yang cantik, Isma. Sebenarnya yang ingin ikutan itu Isma, tapi karena masih malu-malu, akhirnya sepanjang pertemuan, bundanya lah yang lebih banyak bicara.

Tema pertemuan kemarin adalah mengenai "Menggali Ide". Dengan segala keterbatasan, diadakan simulasi penulisan 'ide' dalam bentuk satu paragraf cerpen, dan kemudian paragraf ide tersebut dibahas bersama. Karena waktu yang sempit, sampel yang diambil hanya sedikit. Yaitu dari tulisan Hadi, mbak Nita, dan bu Juariah. Seru juga.

Hadi menuliskan ide mengenai pelecehan Alquran di penjara Guantanamo. Cukup banyak juga yang menanggapi dan berusaha menggali ide yang belum disampaikan pada paragraf pembuka tersebut. Sempat juga membahas sedikit mengenai diksi, terkait dengan tanggapan dari Nia mengenai paragraf awal yang 'kurang greget'.

Bu Juariah menulis mengenai 'seorang istri nelayan yang suaminya berlayar hingga ke Aceh dari pulau Jawa dan hilang terbawa tsunami'. Setelah bu Juariah membacakan paragrafnya, si kecil Isma langsung menyahut, "Kenapa musti sampe ke Aceh? Kenapa bisa ke Aceh?" Wah, kritis banget si kecil ini ya. Pada 'calon cerpen' bu Juariah, kami sedikit membahas mengenai kelogisan cerita.

Mbak Nita, si penulis cerita anak, berusaha menggali ide mengenai 'ikan pepes yang hilang'. Unik dan lucu. Naila bahkan sempat mengusulkan, "Gimana kalo dibuat novel misteri/petualangan aja?" Hehehe...

Pertemuan diakhiri dengan PESTA KUE TART. Asli buatan bu Juariah. ENAK BANGET GITU LOOOHH...!!! Duh, yang nggak dateng super rugi berat deh pokoknya.

Sekian dulu laporannya, see u all on the next meeting yah!!!


-Vita-

Friday, May 06, 2005

[curhat] Yang Tersisa bukan Berarti Sampah!

“Karya-karya FLP tidak akan membuat pembacanya tersesat. Ini sebuah jaminan ! Karena setiap penulis FLP memiliki tanggung jawab moral untuk setiap karyanya. Penulis FLP tidak hanya harus pandai menulis, pintar berimajinasi, tetapi ia harus memahami Islam secara menyeluruh.” Suara lantang mba HTR (kurang lebih seperti itu bunyinya) di setiap workshop kepenulisan yang saya ikuti, tiba-tiba memecah konsentrasi saya di saat mencoba untuk menangkap ‘ikan-ikan’ yang ada di ‘kolam’nya Bapak Hernowo (Buku Mengikat Makna; Kaifa). Duh, tiba – tiba saya merasa berat. Berat di hati, berat di otak. Jujur, Saya nekat menceburkan diri ke FLP karena ingin mencari makanan rohani tanpa harus merasa diceramahi atau didakwahi. Tapi siapa sangka, ternyata di FLP, Saya juga harus bertanggung jawab untuk memberi makan rohani orang lain !

Lalu saya gerakkan jemari sambil menghitung dan mengingat perjalanan waktu dari bulan September tahun 2004 sampai hari ini, 29 April 2005 Pkl. 22.30 WIB. Tujuh bulan Saya selalu hadir di pertemuan FLP Bekasi. Bahkan rela untuk tidak berkata jujur pada atasan di kantor, hanya untuk ikut-ikutan menahan kantuk dan merasakan dinginnya Kaliurang dalam MUNAS FLP beberapa waktu lalu ! (Boys n girls… don’t do this anymore…!) Dan di setiap pertemuan itu pula selalu saya temukan berjuta kekaguman! Saya selalu terkagum dengan FLP’ers yang di setiap kehadirannya selalu membawa sebuah maha karya, kagum dengan Flp’ers yang terus bersuara untuk mendapatkan kepuasan ilmu. Saya kagum dengan FLP’ers yang seakan–akan kepalanya tidak pernah kosong dengan ide dan saya terkagum dengan FLp’ers yang telah memberikan hatinya untuk FLP Bekasi.

Tapi saya melihat diri saya seperti sesuatu yang tersisa di FLP Bekasi. Bayangkan, kehadiran saya di FLP Bekasi selama 7 bulan ini - belum lagi ditambah dengan kehadiran saya di Workshop Kepenulisan di luar FLP - belum ada sebuah karya pun yang berani saya tunjukkan ! (Contoh bagus omongannya Bang O. Solihin nih… hehehe). Setiap pembahasan mengenai kelemahan penulis pemula, pada saat itu pula saya melihat bahwa semua contoh ada pada diri saya. Tak perlu bicara ada berapa kelemahan, tapi satu kelemahan maha dasyat yang dibicarakan namun tidak mau dibahas oleh Bang Bayu Gautama pun ada pada saya : M A L A S (bang Bayu nyerah enggak mau ngebahas karena obatnya g dijual bebas: cuma ada di dalam hati penulis itu sendiri), Namun pernah pada suatu malam, betapa senangnya saya hanya karena sudah bisa mencoret ketergantungan saya dengan sebuah komputer (maksudnya saya MALAS menulis dengan alasan tidak ada komputer di rumah!) dari isi “daftar halangan menulis”. Dengan semangat, saya mengirim sms ke seorang FLP’ers hanya untuk menceritakan bahwa saya sudah bisa menulis hanya bermodalkan kertas HVS kosong dan pulpen seharga tiga ribu rupiah! Hanya masalah sepele ya? Tapi jujur, memang itu yang saya rasakan.

Saat ini, saya sedang mencoba menulis 2 buah cerpen, salah satunya tentang pernikahan di mata 2 orang cowok yang berbeda. Bukannya mandeg nulis, tapi layaknya ciri seorang penulis pemula yang mencari kesempurnaan ditambah lagi ucapan Mba HTR tentang tanggung jawab moral, saya berpikir untuk menunda cerpen itu dulu. Saya butuh lebih dari sekedar imaji. Kata bapak Hernowo, saya harus melejitkan kemauan dan kemampuan saya untuk membaca dan menulis buku. Jadi yang dibutuhkan saat ini adalah membaca buku tentang pernikahan, baru setelah itu menulis buku tentang pernikahan. Atau mungkin sebaiknya praktek dulu ya? Bukankah praktek itu lebih baik daripada teori ? He he he

“Yang Tersisa Bukan Berarti Sampah”

Kenapa saya menulis kalimat ini ? Sebenarnya sih saya cuma mau sekedar berbagi dengan FLP’ers. Mungkin ada yang seperti diri saya (kalau enggak ada pun justru lebih baik!), memposisikan dirinya seperti bagian- bagian yang tersisa… Tapi ibarat daur ulang.. dari yang tersisa pun kini menjadi barang seni eksotik, mahal dan banyak dicari orang! Jangan salah, masuk FLP itu memang BERAT ! Berat karena di dalamnya ada sekumpulan orang–orang pintar seperti kita yang punya banyak rasa CINTA … untuk saudara-saudara kita… Dan rasa CINTA untuk ALLAH tentunya.

Jadi…, terima kasih kepada SANG WAKTU yang telah memperkenalkan Saya dengan FLP. Dan FLP’ers… selamat menjadi “petualang imaji”…!

by Rahma

Monday, April 25, 2005

Pertemuan Gabungan Muda-calon Madya

Alhamdulillah,
Ahad 24 April 2005 kemarin telah terlaksana pertemuan
gabungan kelompok Muda dan calon Madya, bertempat di
Islamic Center Bekasi (selasar depan Perpustakaan
Darul Ulum).

Pertemuan dihadiri oleh sekitar 11 orang peserta dan
pengurus, mulai pukul setengah dua sampai dengan adzan
Ashar berkumandang.

Pembahasan materi "Deskripsi dan Diksi" oleh Vita
dilengkapi dengan simulasi kecil-kecilan yang cukup
seru dan mengakibatkan beberapa orang jadi pusat
perhatian selama simulasi berlangsung...hehehe. To
Adnan, yang kayaknya paling populer kemarin, maaf
banget ya...kita semua nggak bermaksud apa-apa
kok...cuma kebetulan aja Adnan jadi 'objek' (mudah2an
bukan pelengkap penderita ya) tulisannya Ijal
(newcomer, adiknya Naila) dan beberapa temen lain.

Bahan pertemuan bisa di'ambil' di milis ini, atau
minta aja ke mbak Rahma atau Vita di pertemuan
berikutnya ya...untuk anggota kedua kelompok itu,
boleh aja kok minta bahan dan datang ke kedua
pertemuan.

Mengenai 'markas' FLP Bekasi dan tempat pertemuan
rutin, untuk sementara ini tetep di Islamic Center,
Ahad pekan kedua (untuk Muda) dan keempat (untuk calon
Madya). Pengurus lagi berusaha mencari tempat lain
yang lebih kondusif dan strategis, beberapa di
antaranya adalah gedung LKC dan ruang Perpustakaan
Darul Ulum Islamic Center.

Mohon doanya ya, supaya kita bisa segera menemukan
'markas'...!

Buat temen2 yang dateng ke pertemuan Ahad kemarin,
trims banget ya...jadi tambah semangat nih...! N mohon
maaf atas segala kekurangan...

Monday, April 11, 2005

[INFO] Pertemuan MUDA, 10 April 2005

Pertemuan perdana kelompok MUDA FLP Bekasi telah dilaksanakan kemarin, Ahad tanggal 10 April 2005. Namun sepertinya pertemuan tersebut perlu diadakan ulang, mengingat yang hadir tidak representatif. Sebagian besar anggota baru maupun yang telah mendaftar tanggal 27 Maret 2005, rupanya berhalangan hadir. Mereka mengkonfirmasikan ketidakhadiran via sms.

Seperti biasa, 'ngemper' di selasar masjid Islamic Center Bekasi, dan duduk melingkar sambil asik berdiskusi. Saya, Yani, dan tiga orang teman-teman baru: Didi (yang dengan bersemangatnya sudah hadir sejak jam 12 siang dan harus menunggu saya yang datang terlambat...maaf ya di...trims banget kehadirannya!!!), Yeni dan Nia.

Pertemuan diisi dengan penjelasan mengenai FLP dan sedikit seluk-beluk kegiatannya, terutama FLP Bekasi. Cukup banyak pertanyaan-pertanyaan dari ketiga teman-teman baru kita itu, yang sangat antusias dan makin membuat saya bersemangat. Sayang, kemarin tak sempat fotokopi form pendaftaran dan beberapa berkas lain. Dan selama kurang lebih 1 jam pertemuan habis untuk sharing pengalaman, berbagi serta saling menyemangati untuk lebih 'pede' untuk terus menulis. Sedangkan pembahasan yang harusnya disampaikan, sesuai yang terdapat di silabus, akan dialihkan pada tanggal 24 April 2005. Saya memutuskan untuk mengadakan lagi pertemuan MUDA pada tanggal tersebut, bersamaan dengan akan diadakannya pertemuan perdana kelompok (calon) MADYA.

Kepada teman-teman baru, kemarin saya telah menjelaskan kesulitan pengurusan tempat untuk kegiatan2 FLP Bekasi. Dan dengan sangat baik hati, Didi menawarkan untuk menggunakan rumahnya di ALINDA KENCANA PERMAI Blok F3 N0. 28, Bekasi. Wah, musti dicatet nih, mbak Rahma !!!

[INFO] Pertemuan Tanggal 27 Maret 2005

Assalamu'alaikum wr wb

Mudah-mudahan nggak terlalu terlambat walau udah lewat 2 minggu, ya...

Tanggal 27 Maret 2005, tepatnya sekitar 2 minggu lalu, FLP Bekasi telah mengadakan pertemuan non-rutin dengan seluruh pengurus, anggota, dan calon anggota. Pengurus FLP Bekasi yang hanya segelintir orang itu telah membagi-bagi tugas untuk menghubungi semua anggota yang telah mendaftar sejak September 2004, dan data mereka telah tersimpan dalam arsip keanggotaan FLP Bekasi.

Tujuannya adalah untuk Registrasi Ulang keseluruhan anggota FLP Bekasi, dan supaya memudahkan pengurus untuk menata kembali anggota yang aktif untuk mengikuti Pertemuan Rutin yang akan dilakukan dengan format berbeda mulai bulan April ini. Pertemuan tersebut diikuti oleh sekitar 19 orang peserta.

Sesi 'pelatihan singkat' yang diisi oleh Bayu Gautama (penulis, staf Eramuslim) bertajuk "Menulis Spontan, Menulis Kreatif". Sesi tersebut berlangsung cukup seru, sebab mas Bayu membawakan materi dengan sangat atraktif. Peserta duduk di bangku masing-masing dengan membentuk lingkaran. Atraksi 'lempar-melempar' gulungan kecil kertas yang dilakukan pengisi acara cukup membuat kami semua tertawa, tersenyum-senyum, atau bahkan meringis karena sering 'terkena' lemparan yang tak terduga itu. Sepertinya sih, mas Bayu cukup menikmati perannya ketika harus 'melempar' peserta dengan kertas-kertas itu. Hehehe....

"Menulis Spontan, Menulis Kreatif"

Materi dimulai dengan sharing mengenai bagaimana 'menangkap' ide. Peserta diminta untuk menceritakan pengalaman masing-masing ketika berada dalam perjalanan menuju lokasi acara, dan menyebutkan ide-ide apa yang terlintas sepanjang perjalanan tersebut. Di sepanjang sesi tersebut, pengisi banyak melakukan berbagai simulasi menarik untuk membantu peserta agar lebih memahami isi materi.

Bahwa setiap lintasan ide yang dianggap sebagai 'ide kecil' tidak bisa disepelekan, sebab kita semua harus belajar untuk menghargai ide yang merupakan harta bagi seorang penulis. Bila kita tidak berusaha untuk 'menangkap' ide tersebut dengan sepenuh penglihatan, hati, dan pikiran, maka sesuatu tersebut tidak akan bisa menjadi 'sebuah ide' untuk dipergunakan. Menunggu ide untuk datang menghampiri bukanlah sikap yang tepat, bila seorang penulis ingin maju. Bahkan seringkali berbagai hal yang dianggap sebagai sebuah kendala, akan menjadikan kita menyia-nyiakan ide yang sebenarnya bertebaran di sekeliling.

Mengenai hambatan atau kendala, mas Bayu menegaskan bahwa semakin banyak hambatan dalam menulis yang kita hilangkan, maka kita akan menulis dengan lebih baik. Setiap orang memiliki hambatan yang berbeda, maka tidak tepat bila kita hanya berpangku tangan mengharapkan orang lain menyelesaikan masalah atau hambatan yang ada di hadapan kita. Maka, analisa masalah dan buat prioritas dalam menyelesaikannya atau menghilangkan hambatan tersebut!


Peserta yang hadir:
1. Yani
2. Adnan
3. Ririn
4. Wiwiek
5. Nadiah
6. Rahma
7. Vita
8. Heri
9. Yuliawati

10. Irshad
11. Narti
12. Neni
13. Imam
14. Syauqie
15. Ruli
16. Fikri
17. Nita
18. Ami
19. Eti

Dari nama-nama di atas, 9 orang adalah 'anggota lama' yang hadir untuk mendaftar ulang, sedangkan 10 berikutnya adalah anggota yang sudah pernah mendaftar pada bulan September 2004, dan baru hadir kembali kemarin, ditambah dengan mereka yang benar-benar baru bergabung dengan FLP Bekasi. Namun dari 10 orang tersebut, hanya 7 orang yang berminat untuk bergabung menjadi anggota FLP Bekasi. Dengan demikian, dari pertemuan tanggal 27 Maret 2005, ada penambahan anggota sebanyak 7 orang. Mereka semua telah mengisi formulir pendaftaran keanggotaan FLP Bekasi (dan formulir tersebut kini masih saya pegang).

Pengurus telah membagikan beberapa berkas untuk setiap peserta yang hadir, yaitu:
- Sosialisasi kegiatan Munas I FLP
- Sekilas tentang FLP Bekasi (kepengurusan, kegiatan, dll yang berkaitan dengan FLP Bekasi-dengan tambahan hasil evaluasi enam bulanan)
- Silabus Pertemuan Rutin Bagian I Kelompok MUDA

Sekian dulu infonya...semoga bermanfaat, n keep in touch with us!!!

Wassalamu'alaikum wr wb

Wednesday, March 23, 2005

[curhat] Selasar itu...

Pertama kali gabung di FLP, saya beberapa kali ikut pertemuan FLP DKI di masjid Amir Hamzah TIM. Saat itu saya berpikir, wah...asik juga nih...suasana santai tapi full diskusi dan tetep rame serta akrab satu sama lain. Saat itu saya tidak memperhatikan bahwa kami melakukannya di selasar masjid, di lantai dingin serta berhawa serjuk. Bagi saya pribadi, itu tidak jadi masalah. Yang penting adalah apa yang didapatkan dari tiap pertemuan. Satu hal yang langsung memenuhi benak saya, bahwa menjadi anggota FLP berarti mengedepankan produktivitas dan kualitas. Walaupun materi dan segala masukan yang saya dapat (saat itu) tidak diberikan secara formil layaknya ikut workshop/seminar/pelatihan kepenulisan di tempat lain. Tapi saya merasa banyak sekali mendapat pelajaran.

September 2004, FLP cabang Bekasi diaktifkan. Dan bulan-bulan berikutnya kegiatan/pertemuan anggota dilakukan sekali dalam sebulan, dengan waktu yang cukup tidak konsisten (kadang di awal, kadang di akhir bulan) terkait dengan kesiapan pengurus (yang juga dibentuk dadakan serta kurang matang dalam perencanaan). Awalnya saya cukup deg-degan, bisa nggak ya kegiatan ini berjalan? Tapi setiap kali ingat mbak Helvy yang saat pembukaan/launching FLP Bekasi ikut menjadi pengisi acara, saya kembali bersemangat, dan mulai menanamkan satu hal dalam hati, bahwa kemajuan dan perkembangan itu akan diraih secara bertahap. Saat itu (dan sampai sekarang) kami belum mempunyai sekretariat dan program rinci dalam pelaksanaan pertemuan bulanan. Saya masih berpikir, ah...nggak apa-apa deh di selasar masjid juga (pertemuan biasa diadakan di selasar masjid Islamic Center Bekasi), biar deh belum ada silabus tetap, yang penting pertemuan bulanan tetap berjalan dan peserta bisa berdiskusi sambil membahas karya. Tetapi ternyata tidak semudah itu.

Menghadiri Munas kemarin, membawa banyak sekali pe-er buat kami. Sepertinya banyak sekali yang tertinggal dan belum dikerjakan. Akhirnya, tanggal 20 Maret 2005 kemarin, beberapa orang pengurus mengevaluasi kinerja kepengurusan (yang ternyata telah berjalan kurang lebih 6 bulan) dan membuat perencanaan untuk 6 bulan mendatang. Dan kami bertekad untuk mendata ulang seluruh anggota yang telah mendaftar, membuat silabus pertemuan, dan menjalankan fungsi kaderisasi dari forum ini yang kemarin rasanya belum berjalan dengan baik.

Ada satu keinginan yang rasanya cukup penting untuk dipenuhi saat ini, sebab rasanya suasana yang kondusif akan membantu anggota untuk dapat berkonsentrasi saat pertemuan berlangsung, dan pertemuan dapat berjalan efektif. Keinginan itu adalah memiliki sekretariat, yang bisa digunakan sekaligus sebagai tempat melaksanakan pertemuan rutin. Sedikit muluk-muluk mungkin, sebab ada juga cabang/wilayah lain yang belum memiliki sekretariat, namun kegiatan tetap berjalan dan mereka tetap produktif. Pada tempat yang biasa kami gunakan, kami harus mengeluarkan 250 ribu rupiah setiap kali meminjam ruangan. Jumlah tersebut yang selalu membuat kami enggan untuk memakai ruang-ruang kelas yang tersedia cukup banyak, dan kami tetap 'setia' duduk di selasar masjid.

Perbaikan akan terjadi bila diupayakan. Rasanya sekarang bukan lagi waktunya bersantai-santai dan berteguh pada kondisi sekarang tanpa mengusahakan kemajuan untuk masa mendatang. Salah satu keputusan yang dicapai pada rapat evaluasi kemarin adalah, kami akan mengajukan proposal kerja sama dengan beberapa pihak untuk memperluas jaringan serta mengusahakan fasilitas bagi kegiatan FLP Bekasi.

Andaikan upaya itu belum berhasil, ...rasanya selasar itu masih cukup nyaman untuk menampung kami...

Mohon doa dari semuanya...

Tuesday, March 01, 2005

[Info Munas FLP-bagian II] Berbagi Cinta

Hadir di Munas I FLP kemarin, rasanya adalah seperti sedang berbagi cinta. Saya dan mbak Rahma, delegasi dari FLP Bekasi, berkali-kali nyeletuk saat di perjalanan, “Wah, kayak mimpi deh mau ke Yogya!” atau “Ih, gimana ya nanti munas-nya?” dan celetukan lain, menutupi rasa gugup dan deg-degan dalam hati. Munas FLP. Pertama kali nih, bertemu dengan sekian banyak “jagoan-jagoan” itu. Begitu terus-menerus batin saya berucap.

Sore hari, sekitar pukul empat, saya dan mbak Rahma tiba di Gedung Manggala Bhakti Wanitatama, tempat diadakannya acara Opening dari Munas I FLP. Ramai. Dan kami berdua nyaris nggak pede membawa tas-tas besar di antara sekian banyak peserta yang hadir. Saking gugupnya, saya sampai memutuskan untuk menelpon mbak Azi untuk “menjemput” kami di pintu depan, padahal sih, tinggal masuk aja toh? Akhirnya beliau dengan jilbab oranye dan wajah ceria keluar menyambut kami. Tak ingin lebih banyak merepotkannya, kami langsung duduk dan menaruh barang-barang bawaan. Sebentar lagi acara akan dimulai kembali, dan kami pun beranjak untuk menunaikan shalat Ashar. Tempat shalat ada di belakang panggung, jadi kami harus berjalan melintasi deretan kursi peserta untuk ke sana. Dari jauh, saya melihat beberapa orang FLP’ers DKI…ada Zizah! Dan ia tersenyum lebar sambil berseru, “Kak Vita!” kemudian menghampiri saya. Saya lihat ada mbak Dala dan juga Echa…tak sadar saya mulai tersenyum-senyum sendiri. Wah, mulai terasa serunya nih…perut saya bergolak. Gugup campur senang.

Tiba saatnya PENA AWARD, penganugerahan bagi mereka yang menjadi pemenang dari berbagai lomba yang diadakan plus bagi karya-karya terbaik para penulis FLP. Kami duduk di barisan kedua dari depan, tepat di tengah. “Mbak, pokoknya kita jangan jauh-jauh dari mbak Dala ya…” kata saya. Duduk bersama Echa, Zizah dan mbak Dala membuat saya rindu dengan ‘kehebohan’ FLP’ers DKI. Dan melihat nama-nama yang menjadi nominasi serta pemenang, memacu jantung saya untuk berdegup lebih cepat, dan rasanya adrenalin saya berlari sprint tak hentinya,...saya mengenal sebagian kecil nama-nama yang tertera di layar. Rasanya kegembiraan itu mencuat kala si pemenang dibacakan, siapapun dia. Kagum, sekaligus merasa malu. Ah, begitu hebat orang-orang itu!

Hari makin sore, acara ditutup, dan seluruh peserta Munas dengan teratur memasuki bus yang telah terparkir berjejer di depan gedung. Perjalanan menuju Kaliurang memakan waktu sekitar satu jam. Perlahan, gelap merayapi langit, dan udara kian dingin. Saya tak sempat tertidur barang sedetik pun. Antara bersemangat dan begitu nervous, sebab draft Munas baru sempat benar-benar terbaca saat di pesawat tadi.

Di Kaliurang, Hotel Kana.
Ini sih bukan jauh lagi! Serasa di Puncak setelah melewati berliku-likunya jalanan. Saya mengamati dua panitia yang lincah itu, mbak Azi dan mbak Dee (Rahmadiyanti). Mbak Azi tertidur lelap sepanjang perjalanan, dan ketika sampai, ia kembali dengan semangatnya yang rasanya nggak pernah habis. Mbak Dee sempat menemani saya dan mbak Rahma, ngobrol tentang perjalanan ke Yogya. Di dalam hotel, beberapa delegasi yang baru hadir kebingungan, selama beberapa lama kami belum kebagian kamar.

Shalat maghrib dan beres-beres, akhirnya saya dan mbak Rahma dapat kamar di lantai atas. Surprise! Di dalam kamar sudah menunggu dua orang, mbak Rofiah dari FLP Hongkong dan mbak Muttaqwiati! Hah! Yang bener nih! Ketemu Muttaqwiati!!! Saya nyengir lebar dan menyapa mereka berdua. Sejak saat itu, kamar terasa hangat dengan keramahan dan rasa yang tiba-tiba saja terjalin erat.

Di luar ruang sidang, kami dan FLP’ers DKI berkumpul untuk konsolidasi wilayah. Mbak Dala, Zizah, Echa, Asa Mulchias, BiJe, Koko Nata, Deny, pak Nayzen (bener nggak ya tulisannya?), saya, dan mbak Rahma. Apa saja yang kami bicarakan? Seputar nama dan topik-topik pembahasan Munas. Saya pun lupa. Satu hal yang kemudian memenuhi pikiran saya, konsolidasi memang penting!

Sidang dimulai, sesi pembukaan, sidang komisi, sidang pleno, pemilihan Majelis Penulis,…dan seterusnya. Saya berkali-kali tertegun. Beginikah sosok-sosok itu? Saya baru kenal dan melihat jelas bagaimana mereka. Seandainya masih ada orang yang berkata di depan hidung saya, bahwa perempuan dalam Islam itu terpinggirkan dan terbelakang, maka saya akan menudingnya dan menyuruhnya hadir di antara kami semua saat itu. Lihat mereka! perempuan-perempuan cerdas itu! Mbak Izzatul Jannah alias Intan Savitri, yang katanya Sarjana Peternakan plus ahli hukum dan sastra, mbak HTR dan Asma Nadia yang tak diragukan lagi semangat, kecerdasan, serta cinta mereka pada forum ini, mbak Rara dari FLP Sumut yang dengan berani berkali-kali interupsi dan mengemukakan pendapat dengan lantang, Nurika dari FLP Yogya yang membuat saya bersemangat untuk membangun FLP Bekasi supaya lebih baik,…semua muslimah itu tak kalah hebatnya dengan M. Irfan Hidayatullah (sang Ketua Umum FLP terpilih), Haikal Hira Habibillah (yang selalu ‘berjasa’ membuat sidang berjalan efektif dengan ide-idenya), Bahtiar HS (sang Pemimpin Sidang),…mereka semua sungguh membuat saya mengembangkan sayap cinta pada FLP ini lebih lebar lagi.

Saya, dan pastinya juga mbak Rahma, tidak akan pernah melupakan pengalaman ini. Begadang hingga jam 3 pagi demi menyelesaikan pembahasan Anggaran Dasar FLP, konsolidasi dengan FLP DKI hingga larut malam, capek sampai hampir tertidur di ruang sidang sebab acara dimulai sekitar pukul 7 pagi, dan sekamar dengan dua orang yang pasti tidak bisa kami lupakan!

Apalagi? Selain cinta yang kian membekas di hati saya. Seperti Dirman dari FLP NTB, yang datang jauh-jauh naik bus selama 3 HARI dan sampai di tempat sekitar pukul 21.30 WIB hari Sabtu (26/02). Seperti mbak Nesia dari FLP Jepang, yang kebetulan sedang di Indonesia, yang terbang dari Jakarta pagi-pagi sekali hari Ahad dan pulang kembali siangnya. Seperti panitia acara dari FLP Yogya yang telah menjamu peserta dengan baiknya (sampai saya heran, sebab fasilitas demikian lengkap dan kamar-kamar yang nyaman itu tak mengisyaratkan bahwa mereka kekurangan dana). Seperti mbak HTR dan mbak Asma yang resah mereka begitu terlihat, sebab bisa dikatakan Munas kemarin adalah salah satu titik penentuan langkah panjang forum tercinta ini ke depan nanti.

Apalagi? Saya jatuh cinta, dan berusaha untuk selalu merawatnya. Saya telah tercebur dan menceburkan diri di dalamnya untuk mendapatkan dan memberikan jumlah tak terhitung dari setiap denyut rasa, pikir, dan hasrat saya untuk Forum Lingkar Pena.

By Vita
Maret 2005

Thursday, February 17, 2005

[ARTIKEL] Lewat dia, saya belajar[1]

Dulu

Saya mengenal dekat, seorang anak perempuan waktu kecil dulu. Usianya sekitar tujuh tahun, dan tidak seperti teman-teman saya umumnya, yang terkenal karena hal-hal lain, sahabat saya ini justru terkenal karena penyakitan. Sungguh ia adalah gudang cukup banyak penyakit; jantung, paru-paru, gegar otak, lalu tumor. Rasanya tidak ada yang beres dalam dirinya, bahkan giginya pun bermasalah, karena tumbuh terlalu banyak dan menyimpang, hingga harus dikawat selama dua tahun, dan dicabut 14 akar.

Anehnya, anak ini tumbuh menjadi pribadi yang supel dan periang. Ia suka menyanyi, dan mulai mencipta lagu di kelas satu SD. Biarpun penyakitan, prestasi belajarnya tinggi, bahkan lebih baik dari pada sebelum kepalanya terbentur.

Sampai sekarang, saya sering menyelami hati anak tsb, heran kenapa dia tidak tumbuh menjadi anak pemurung disebabkan penyakit-penyakitnya yang seabrek tadi. Dari kelas 2 SD sd kelas 3 SMU, sahabat saya ini selalu meraih ranking pertama dan menyabet banyak medali dari sekolah. Orang tuanya tentu sangat bangga. Belakangan ia melanjutkan studi di IPB tanpa tes, alias masuk jalur PMDK waktu itu. Padahal semasa sekolah persemester ia bisa ijin sakit hingga 17 hari, dan tak jarang pingsan.

1992

Belakangan teman saya tsb, mulai rajin menulis. Kegagalan pertama dia dalam kehidupan menurut saya adalah ketika ia terpaksa memenuhi permintaan orang tuanya untuk pindah kuliah, ke jurusan yang lebih ringan, karena kondisi kesehatannya yang makin payah. Dari kabar yang saya dengar, teman tsb mengambil jurusan D2 Bahasa Arab. Ia makin rajin menulis. Teman-teman kuliahnya dulu gembira melihat tulisannya tersebar di media-media. Ia banyak menggoda mereka dengan mencomot nama-nama teman dekat dan satu kos dulu. Nama-nama yang sempat konflik dijadikan tokoh antagonis dalam cerita. Saya meski gembira, tidak bisa menahan diri untuk bertanya, bagaimana ia bisa mulai dekat dengan dunia menulis? Pada saya ia katakan, mungkin karena dunia membaca yang lekat ditumbuhkan ibunya. Setiap menunggu di rumah sakit, ibu sering memilih puasa hanya untuk bisa membelikan beberapa buku dan makan siang bagi teman saya tsb, yang menunggu berjam-jam sebelum dipanggil Memang teman saya tsb hanya berobat di
rumah sakit pemerintah, RSCM yang dulu sering diplesetkan menjadi Rumah Sakit Cepat Mati.

2000 - 2003

Setelah sempat vakum beberapa tahun, dan hanya menulis sedikit cerpen dan cerita bersambung, tahun 2000 untuk pertama kalinya buku fiksi pertamanya diterbitkan oleh sebuah penerbit di Bandung. Seri remaja yang lucu dan gaul, Aisyah Putri, yang menceritakan tentang seorang anak SMU yang alim, bernama Aisyah, yang mempunyai 4 orang abang dengan karakter-karakter yang unik.

Dia bilang itu kerinduannya akan sosok abang yang tak ia miliki satupun. Lewat seri remaja yang sekarang telah terbit hingga serial ke empat, dan mendapat sambutan luas, hingga mengalami cetak ulang berkali-kali itu, ia menghidupkan dunia imajinasi-nya sendiri, dimana ia memiliki kehangatan kasih sayang tidak hanya dari satu, tapi empat abang sekaligus. Dus mencoba membaca konflik-konflik yang umum terjadi pada usia-usia transisi itu.

"Sastra seharusnya menghaluskan budi pekerti, sebagaimana dikatakan orang, tapi sastrawan kita tak banyak melirik dunia remaja. Padahal dunia anak-anak muda itulah yang justru paling rawan dan membutuhkan banyak perhatian, dan pelajaran kehidupan. Di satu sisi banyak sastrawan kita yang hidup di awang-awang dan menara gading, merasa bangga dengan membuat karya-karya yang sulit dicerna."

Begitu katanya suatu hari pada saya atas jalur menulis yang dipilihnya.

Setelah itu, 9 buku fiksi remaja lain, terbit tahun 2000, dua diantaranya berupa novel.

Tahun 2001, ia menulis tiga buku. Salah satu bukunya, Rembulan di Mata Ibu, dinobatkan sebagai buku remaja terbaik nasional, dan ia mendapat predikat pengarang terbaik kedua. Tahun berikutnya ia menulis lebih empat buku yang diterbitkan berbagai penerbit, dan kembali meraih predikat sebagai salah satu pengarang terbaik adikarya ikapi.

Ia diundang menghadiri Pertemuan Sastrawan Nusantara di Brunei, dan workshop kepenulsan Novel, yang diadakan Majelis sastra Asia Tenggara (2001)

Tahun 2003 sampai saat ini ia menulis empat buku, salah satunya diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, dan mengalami cetak ulang, tidak sampai sebulan sejak diterbitkan.

Sekarang

Saya bertanya kenapa ia begitu rajin menulis dan prolifik, padahal aktivitasnya sebagai ibu dari dua orang anak, dan yayasan sosial yang dipimpinnya cukup menyita waktu.

Dengan begitu sungguh-sungguh, ia menjawab:

"Saya adalah penulis, yang menulis, bukan karena yakin saya berbakat di dunia kepenulisan melainkan karena rasa tanggung jawab yang ditumbuhkan kakak saya yang juga seorang pengarang. Dulu di waktu menulis hanya menjadi hobi dan bukan profesi, kakak tsb mengingatkan saya untuk merasa bertanggungjawab, atas begitu sedikitnya

pengarang perempuan di indonesia, dan lebih sedikit lagi yang menulis dengan tujuan mencerahkan, atau meluruskan distorsi informasi yang terjadi."

Hal ini menurutnya telah membuatnya lebih tahan menghadapi kendala- kendala dalam menulis, tidak tergantung pada mood, dan belakangan bisa menulis dalam berbagai situasi. Jelas berbeda jika ia menulis untuk popularitas atau uang belaka. Tanggung jawab itu membuatnya menjadikan menulis sebagai media berjuang (Merah di Jenin---ketika Israel membantai pengungsi Palestina di camp pengungsi Jenin, Meminang Bidadari--- menyoroti fenomena bom syahid di palestina, dan meluruskan siapa yang sebetulnya lebih layak dianggap agressor, Derai Sunyi--- upaya mengangkat kasus pelecehan dan penganiayaan PRT yang sering terjadi, dan tanpa standar hukum yang jelas, Air Mata Biereuen---konflik Aceh yang harusnya lebih dilihat sebagai sebuah tragedi kemanusiaan, ketimbang meributkan siapa yang salah dan siapa yang benar).

Sambil menatap mata saya lurus-lurus, teman tsb kembali melanjutkan,

"Saya adalah penulis yang menulis dengan rasa dan intuisi, dibandingkan

teori-teori sastra yang memang awalnya sama sekali tidak saya miliki."

Ini telah membantu teman saya tsb untuk tidak terbebani, dan terjebak dalam dikotomi-dikotomi sastra yang berlangsung, tentang sastra populer dan serius. Bahwa yang terpenting bagi penulis adalah menghasilkan karya yang baik.

"Saya adalah penulis, yang hingga detik ini masih sering harus mensugesti diri, dan pura-pura percaya bahwa saya bisa menulis."

Saya heran mendengar kalimatnya. Tidak pede bagi sebagian orang, merupakan perasaan yang mengganggu proses berkarya. Itu betul. Tapi di satu sisi, perasaan ini justru membuat teman saya tsb tetap berpijak di bumi dan tidak cepat besar kepala, atas prestasi yang sempat diraihnya, yang memang menurutnya belum apa- apa.

Perasaan tidak pede itu membuat teman saya tsb masih rajin membaca karya-karya yang ramai dibicarakan atau direkomendasikan orang.

Perasaan minder itu juga yang membuatnya tidak berhenti berproses, dan belajar menajamkan observasi yang sebelumnya hanya lewat studi pustaka dan klipping atau internet (Jendela Rara---kerinduan gadis kecil di kolong jembatan untuk memiliki jendela, yang menjaring matahari)

Maka, setiap kali perasaan gamang dan malas menulis, melingkupi hati saya, saya bercermin kepada sahabat saya tsb, dan perkataan yang ia ucapkan dengan penuh semangat,

"Kalau saya bisa menjadi penulis, padahal dulunya penyakitan, miskin, bukan S1, tidak memiliki background pendidikan apappun dalam dunia kepenulisan, bahkan yang sekarang masih berjuang untuk percaya diri.

Kalau saya bisa, anda pasti jauh lebih bisa!"


[1] Disampaikan oleh Asma Nadia dalam seminar nasional sastra, UPI Bandung 13 Oktober 2003

[INFO] Milad Ke-8 Forum Lingkar Pena

Siaran Pers

Assalaamu'alaikum dan salam sejahtera,

Forum Lingkar Pena (FLP) adalah sebuah organisasi kepenulisan yang berdiri sejak tahun 1997. Setelah hampir delapan tahun berdiri—organisasi yang peduli pada kelahiran penulis baru tersebut, telah beranggotakan sekitar 5000 orang yang berasal dari 100 kota di seluruh Indonesia dan mancanegara, menerbitkan sekitar 400 buku, serta bekerja sama dengan lebih dari 20 penerbit di Indonesia.

Selain aktif melakukan kampanye gemar membaca dan menulis dari kota sampai pelosok desa dan hutan, di kalangan pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, karyawan, petani hingga buruh pabrik, dengan segala keterbatasannya, FLP mendirikan “Rumah Cahaya” (Rumah baCA dan HAsilkan karYA) di beberapa tempat di Indonesia. Di Rumah Cahaya para anak dan remaja, khususnya kalangan dhuafa, mendapat bimbingan untuk menulis secara gratis. FLP juga rutin mengadakan berbagai diskusi dan pelatihan penulisan, mengadakan sayembara mengarang dan memberikan penghargaan atas karya terbaik yang dihasilkan. Di beberapa daerah juga sudah dibuka FLP Kids (FLP untuk anak di bawah 12 th). Menariknya teman-teman FLP yang telah menjadi penulis, dengan tulus dan tanpa takut merasa tersaingi, turut ambil bagian dalam membidani kelahiran penulis baru di daerahnya.

FLP sangat unik. Unik karena hampir semua anggotanya adalah relawan yang sering mengisi berbagai acara dengan merogoh kocek sendiri. Mereka bersemangat meski bergerak dengan keterbatasan dana. Kepengurusan dan kegiatan FLP di berbagai daerah (juga luar negeri!) bahkan sering berjalan tanpa sekretariat tetap, melainkan menumpang pada rumah kontrakan seorang kawan. Bila ada musibah terhadap anggota FLP atau musibah nasional seperti tsunami Aceh lalu, para anggota FLP keroyokan “menyumbang dengan cerpen” hingga terbit buku-buku “antologi kasih” yang dibayar di muka oleh para penerbit dan seluruhnya disumbangkan bagi mereka yang kesusahan tersebut.

Kini dalam rangka memperingati hari jadi Forum Lingkar Pena (FLP) ke-8, FLP akan mengadakan rangkaian acara Milad dengan mengambil tema: “Sastra Untuk Semua”, 25-27 Februari mendatang, di Yogyakarta.

Berikut Susunan acara milad FLP:

Jum’at, 25 Februari 2005
Tempat: Balai Shinta Mandala Bakti Wanitatama, Jl. Adisucipto, Yogyakarta.

09.00-17.00
Pameran Buku dan Kegiatan FLP (FLP Expo)

09.00-11.15
Parade Penulis FLP dan Peluncuran Buku Matahari Tak Pernah Sendiri,
bersama: Asma Nadia, Izzatul Jannah, Sakti Wibowo, Sinta Yudisia,
Koesmarwanti, Gola Gong, Fahri Asiza, Afifah Afra, Agustrijanto,
Habiburrahman El-Shirazy, Abdurahman Faiz, Galang Lufityanto, Pipiet
Senja, Ali Muakhir, Boim Lebon, Azimah Rahayu, Zaenal Radar T., Ipal, M.
Irfan Hidayatullah, Jazimah Al Muhyi, Melvi Yendra, Erna, Tary, Benny
Ramdani, Cut Januarita, Rahmadiyanti, Bahtiar HS, Yus R. Ismail, Femmy
Syahrani, Koko Nata Kusuma, Asa Mulchias, Muthi Masfu'ah, Caca,
Adzimattinur Siregar, Muttaqwiati, Aswi, Leyla Imtichanah, Azzura
Dayana, Ekky Al Malaky, Lusiana M. Hevita, Hikaru, Vani Diana P., Ganjar
Widhi Yoga, Nostalgiawan, Hanafi, Nurul F. Huda, dan masih banyak lagi.



13.00-15.00
“FLP dan Dunia Kepenulisan di Indonesia”, bersama: Jamal D. Rahman, Hernowo, dan Helvy Tiana Rosa

15.30-16.30
Anugerah Pena, diberikan bagi anggota FLP untuk kategori:
a. Novel Terpuji
b. Novel Remaja Terpuji
c. Kumpulan Cerpen Terpuji
d. Kumpulan Cerpen Remaja Terpuji
e. Buku Non Fiksi Terpuji
f. Kaver Buku Terpuji
g. Penulis Pendatang Baru Terpuji
h. FLP Wilayah Terpuji

Anugerah Pena diberikan pula bagi karya dan tokoh luar FLP, yaitu untuk kategori:
a. Tokoh Sastra Indonesia Terpuji
b. Buku Fiksi Indonesia Terpuji

Pengumuman Lomba Menulis FLP Tingkat Nasional, yang terdiri dari Lomba Menulis Cerpen, Lomba Menulis Novel, dan Lomba Menulis Artikel

Penggalangan sumbangan buku dari masyarakat dalam rangka “Seribu Buku Untuk Aceh”

Sabtu-Ahad, 26-27 Februari 2005
Tempat: Hotel Kana, Kaliurang, Yogyakarta

Musyawarah Nasional FLP I yang khusus diikuti oleh perwakilan FLP wilayah seluruh Indonesia dan luar negeri

Salam,
Panitia Milad ke-8 FLP
CP: Rahmadiyanti: 0813 1035 6155
Azimah: 0812 904 1504

Tuesday, January 18, 2005

[TIPS] dari Fahri Asiza 2

Teman-teman yang baik,
ada sedikit tambahan lagi yang rasanya perlu saya sampaikan di sini sebagai tambahan dari beberapa catatan cerpen sebelumnya. Beberapa waktu lalu, kita pernah mendiskusikan tentang dialog dari catatan kecil atau bahasan yang saya berikan. Nah, baiknya kita singgung sedikit lagi ya.

Cerpen-cerpen dari penulis yang baru melangkah (sungguh, saya sangat bangga dengan semangat kalian dan yakin tak lama lagi kalian akan menjadi penulis yang hebat), masih banyaknya dialog yang mengambang (tidak jelas maksudnya), dialog yang tidak nyambung antara dialog yang satu dengan dialog yang lain, lalu dialog yang mencoba menguatkan cerita tetapi sebenarnya bisa dilakukan dengan narasi hanya satu atau dua baris.

Ini sangat disayangkan, karena cerita yang akan kita buat terkesan longgar, tidak utuh dan kuat. Dialog-dialog yang tidak ada makna (kadang suka lari dari masalah yang dibicarakan), sebaiknya dibuang dan diperketat lagi.

Caranya? Mudah sekali

1. Kuatkan dulu, point apa yang hendak diutarakan, sehingga dialog tidak "lari" dari point tsb.
2. Dialog singkat saja, tidak usah bertele-tele untuk menyampaikan maksud tertentu. Bila memang point lain yang akan disinggung pada bagian cerita berikutnya, itu baru bisa.
3. Perhatikan pula, apakah perlu mengungkapkan satu point dengan dialog? Padahal bisa dilakukan dengan narasi yang singkat.
4. Dialog pun harus mempertimbangkan siapa yang akan mengucapkannya, ini berkaitan dengan karakter tokoh yang kita ciptakan. Hingga tidak terkesan seragam. Karena dari dialog-dialog itu sebenarnya karakter pun telah terbangun.

Cukup mudah, kan? Insya Allah ini cukup membantu. Dan jangan pernah patah semangat. Karena semua pasti memakai proses. Itu juga bukan berarti karya-karya yang teman-teman buat jelek, tidak, sama sekali tidak. Hanya sedikit perlu dipoles saja. Karena rangkaiannya sudah cukup. Saya yakin, saat ini kalian baru mulai melangkah, tapi tak lama lagi, kalian sudah meninggalkan garis start cukup jauh.

Ayo, terus semarakkan dunia FLP dengan karya-karya yang asyik dan bermutu.

Tetap semangat!
salam,
fa

Thursday, January 13, 2005

[TIPS] dari Fahri Asiza

Teman-teman yang baik,

Sungguh asyik dan bangga rasanya menyimak begitu banyaknya penulis-penulis generasi FLP yang bermunculan. Sungguh, ada perasaan terharu pula di hati saya. Kalian punya semangat "tempur" yang hebat. Ya, karena kalian semua adalah penerus dari FLP.

Sekadar untuk berbagi, ada beberapa catatan yang rasanya perlu saya sampaikan di sini. Catatan ini saya berikan, bukan saya merasa lebih pintar dari kalian semua. Tetapi saya hanya sekadar mencoba memberikan gambaran saja.

1. Buatlah tema-tema yang sederhana saja, tidak usah tema yang besar atau bombastis. Karena dikhawatirkan, kita tidak akan kuat memikulnya. tema yang besar, kadang akan "menjerumuskan" kita pada cerpen itu sendiri. Sebagai rekomendasi saya, bacalah karya Asma Nadia. Sis yang satu ini, selalu memberikan tema-tema yang sederhana, tetapi menggarapnya dengan rangkaian yang utuh
2. Karakter, dari beberapa cerpen yang saya baca, karakter tokoh masih banyak belum memiliki bentuk yang utuh. Sebaiknya, mulailah untuk mempelajari dan mengedepankan karakter tokoh yang hendak buat. Karena tema yang bagus dan indah, bila karakter tokohnya tidak kuat, sangat sayang sekali. Sebagai rekomendasi saya, bacalah karya Gola Gong. Akang yang satu ini, sangat kuat dalam memposisikan atau mempermainkan karakter tokohnya.
3. Logika cerita, kadang logika cerita selalu lepas. Mungkin karena terlalu asyik dengan tema, hingga melupakan bagian yang satu ini. Logika cerita sangat penting, agar pembaca bisa masuk ke dalamnya. Sebagai rekomendasi saya, bacalah karya Teh Pipiet Senja. Teteh saya yang satu ini, selalu pandai mempermainkan cerita dengan logika yang sejalan.

Hal lain yang perlu saya utarakan juga, tentang diksi dan narasi. Rata-rata sudah memiliki kemampuan yang cukup, hanya tinggal sedikit dipoles. Untuk mengasahnya, banyak-banyaklah membaca karya-karya para penulis FLP, baik yang sudah melangkah duluan atau yang baru mulai melangkah. Tidak ada perbedaan dalam hal ini, karena dalam keluarga besar FLP yang bersahaja, kita akan selalu tetap saling berbagi. Karena, saya sendiri juga masih belajar.

Tetap semangat
salam,
fa

[diambil dari milis FLP Pusat]

Monday, January 10, 2005

[RESENSI] Menulis sebagai Pengobatan Alternatif (2)

Pada bagian kedua buku ini penulis membahas tentang metode-metode tertentu yang dapat membantu mempermudah penulis pemula untuk memulai sebuah karya penulisan, karena tiga bab yang terdapat pada bagian kedua ini intinya ingin memberikan tips-tips agar para penulis pemula mampu menuangkan karyanya dalam sebuah bentuk tulisan berdasarkan metode penulisan yang sudah dikenal dan mudah mempraktekkannya.

Dalam bagian ini juga para penulis pemula dapat memilih cara yang efektif dan cara yang paling mudah yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, walaupun semua metode itu pada intinya ialah ingin membangkitkan potensi yang ada dalam diri masing-masing orang dengan menggunakan metode-metode tersebut agar ide yang ada pada penulis pemula dapat dituangkan ke dalam sebuah tulisan, dengan mengolah ide-ide yang telah dimilikinya menjadi sebuah naskah tertentu yang dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain.

Dengan susunan kata yang renyah dan dalam tutur kata yang enak dibaca, buku Hernowo ini dapat menjadi obat perangsang bagi orang yang belum pernah membuat tulisan atau para penulis pemula untuk memotivasi dirinya sendiri sehingga dapat mengeluarkan energi yang terpendam di dalam diri setiap orang yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya (ini yang terjadi pada diri penulis sendiri yang tiba-tiba mampu mengeluarkan segala macam ide ke dalam sebuah tulisan).

Secara keseluruhan buku ini sangat menarik untuk dibaca, karena uraiannya sangat mudah dimengerti oleh siapapun. Hal tersebut membuat pembaca buku ini tidak mudah lelah ketika membacanya. disertai kutipan-kutipan yang merangsang energi para penulis pemula untuk memulai hari-hari barunya dengan menulis sesuatu, dengan ide apapun yang ada di pikirannya.

Hanya saja kelemahan buku ini, menurut penulis (yang tergolong penulis pemula), terletak pada sangat minimnya kutipan atau contoh-contoh tulisan ringan baik fiksi maupun non fiksi yang mungkin dapat ditiru penokohan atau latar belakang penulisannya oleh para penulis pemula lainya yang akan memulai usaha menulis. Padahal pada halaman 96 buku ini, Hernowo sangat menekankan sekali memulai kegiatan menulis dengan meniru atau mencontoh tulisan serta karangan orang lain sebagai perangsang awal tumbuhnya minat menulis ini. Karena berdasarkan pengalaman beberapa penulis, dengan adanya tulisan pertama yang dibuat oleh sang penulis pemula, yang diilhami oleh contoh-contoh tulisan yang ada akan makin membuat rangsangan-rangsangan lain baginya demi melahirkan tulisan kedua, ketiga dan selanjutnya.

Semoga saja hadirnya Buku Quantum Writing dapat lebih merangsang masyarakat Indonesia untuk lebih mencintai buku, yang kemudian dari insan-insan yang mencintai buku tersebut dapat menelurkan karya-karya berupa naskah tulisan baru yang berguna bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia di masa yang akan datang untuk mengejar ketinggalannya dari bangsa-bangsa lain.

*Dwinu Panduprakarsa*