This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday, March 23, 2005

[curhat] Selasar itu...

Pertama kali gabung di FLP, saya beberapa kali ikut pertemuan FLP DKI di masjid Amir Hamzah TIM. Saat itu saya berpikir, wah...asik juga nih...suasana santai tapi full diskusi dan tetep rame serta akrab satu sama lain. Saat itu saya tidak memperhatikan bahwa kami melakukannya di selasar masjid, di lantai dingin serta berhawa serjuk. Bagi saya pribadi, itu tidak jadi masalah. Yang penting adalah apa yang didapatkan dari tiap pertemuan. Satu hal yang langsung memenuhi benak saya, bahwa menjadi anggota FLP berarti mengedepankan produktivitas dan kualitas. Walaupun materi dan segala masukan yang saya dapat (saat itu) tidak diberikan secara formil layaknya ikut workshop/seminar/pelatihan kepenulisan di tempat lain. Tapi saya merasa banyak sekali mendapat pelajaran.

September 2004, FLP cabang Bekasi diaktifkan. Dan bulan-bulan berikutnya kegiatan/pertemuan anggota dilakukan sekali dalam sebulan, dengan waktu yang cukup tidak konsisten (kadang di awal, kadang di akhir bulan) terkait dengan kesiapan pengurus (yang juga dibentuk dadakan serta kurang matang dalam perencanaan). Awalnya saya cukup deg-degan, bisa nggak ya kegiatan ini berjalan? Tapi setiap kali ingat mbak Helvy yang saat pembukaan/launching FLP Bekasi ikut menjadi pengisi acara, saya kembali bersemangat, dan mulai menanamkan satu hal dalam hati, bahwa kemajuan dan perkembangan itu akan diraih secara bertahap. Saat itu (dan sampai sekarang) kami belum mempunyai sekretariat dan program rinci dalam pelaksanaan pertemuan bulanan. Saya masih berpikir, ah...nggak apa-apa deh di selasar masjid juga (pertemuan biasa diadakan di selasar masjid Islamic Center Bekasi), biar deh belum ada silabus tetap, yang penting pertemuan bulanan tetap berjalan dan peserta bisa berdiskusi sambil membahas karya. Tetapi ternyata tidak semudah itu.

Menghadiri Munas kemarin, membawa banyak sekali pe-er buat kami. Sepertinya banyak sekali yang tertinggal dan belum dikerjakan. Akhirnya, tanggal 20 Maret 2005 kemarin, beberapa orang pengurus mengevaluasi kinerja kepengurusan (yang ternyata telah berjalan kurang lebih 6 bulan) dan membuat perencanaan untuk 6 bulan mendatang. Dan kami bertekad untuk mendata ulang seluruh anggota yang telah mendaftar, membuat silabus pertemuan, dan menjalankan fungsi kaderisasi dari forum ini yang kemarin rasanya belum berjalan dengan baik.

Ada satu keinginan yang rasanya cukup penting untuk dipenuhi saat ini, sebab rasanya suasana yang kondusif akan membantu anggota untuk dapat berkonsentrasi saat pertemuan berlangsung, dan pertemuan dapat berjalan efektif. Keinginan itu adalah memiliki sekretariat, yang bisa digunakan sekaligus sebagai tempat melaksanakan pertemuan rutin. Sedikit muluk-muluk mungkin, sebab ada juga cabang/wilayah lain yang belum memiliki sekretariat, namun kegiatan tetap berjalan dan mereka tetap produktif. Pada tempat yang biasa kami gunakan, kami harus mengeluarkan 250 ribu rupiah setiap kali meminjam ruangan. Jumlah tersebut yang selalu membuat kami enggan untuk memakai ruang-ruang kelas yang tersedia cukup banyak, dan kami tetap 'setia' duduk di selasar masjid.

Perbaikan akan terjadi bila diupayakan. Rasanya sekarang bukan lagi waktunya bersantai-santai dan berteguh pada kondisi sekarang tanpa mengusahakan kemajuan untuk masa mendatang. Salah satu keputusan yang dicapai pada rapat evaluasi kemarin adalah, kami akan mengajukan proposal kerja sama dengan beberapa pihak untuk memperluas jaringan serta mengusahakan fasilitas bagi kegiatan FLP Bekasi.

Andaikan upaya itu belum berhasil, ...rasanya selasar itu masih cukup nyaman untuk menampung kami...

Mohon doa dari semuanya...

Tuesday, March 01, 2005

[Info Munas FLP-bagian II] Berbagi Cinta

Hadir di Munas I FLP kemarin, rasanya adalah seperti sedang berbagi cinta. Saya dan mbak Rahma, delegasi dari FLP Bekasi, berkali-kali nyeletuk saat di perjalanan, “Wah, kayak mimpi deh mau ke Yogya!” atau “Ih, gimana ya nanti munas-nya?” dan celetukan lain, menutupi rasa gugup dan deg-degan dalam hati. Munas FLP. Pertama kali nih, bertemu dengan sekian banyak “jagoan-jagoan” itu. Begitu terus-menerus batin saya berucap.

Sore hari, sekitar pukul empat, saya dan mbak Rahma tiba di Gedung Manggala Bhakti Wanitatama, tempat diadakannya acara Opening dari Munas I FLP. Ramai. Dan kami berdua nyaris nggak pede membawa tas-tas besar di antara sekian banyak peserta yang hadir. Saking gugupnya, saya sampai memutuskan untuk menelpon mbak Azi untuk “menjemput” kami di pintu depan, padahal sih, tinggal masuk aja toh? Akhirnya beliau dengan jilbab oranye dan wajah ceria keluar menyambut kami. Tak ingin lebih banyak merepotkannya, kami langsung duduk dan menaruh barang-barang bawaan. Sebentar lagi acara akan dimulai kembali, dan kami pun beranjak untuk menunaikan shalat Ashar. Tempat shalat ada di belakang panggung, jadi kami harus berjalan melintasi deretan kursi peserta untuk ke sana. Dari jauh, saya melihat beberapa orang FLP’ers DKI…ada Zizah! Dan ia tersenyum lebar sambil berseru, “Kak Vita!” kemudian menghampiri saya. Saya lihat ada mbak Dala dan juga Echa…tak sadar saya mulai tersenyum-senyum sendiri. Wah, mulai terasa serunya nih…perut saya bergolak. Gugup campur senang.

Tiba saatnya PENA AWARD, penganugerahan bagi mereka yang menjadi pemenang dari berbagai lomba yang diadakan plus bagi karya-karya terbaik para penulis FLP. Kami duduk di barisan kedua dari depan, tepat di tengah. “Mbak, pokoknya kita jangan jauh-jauh dari mbak Dala ya…” kata saya. Duduk bersama Echa, Zizah dan mbak Dala membuat saya rindu dengan ‘kehebohan’ FLP’ers DKI. Dan melihat nama-nama yang menjadi nominasi serta pemenang, memacu jantung saya untuk berdegup lebih cepat, dan rasanya adrenalin saya berlari sprint tak hentinya,...saya mengenal sebagian kecil nama-nama yang tertera di layar. Rasanya kegembiraan itu mencuat kala si pemenang dibacakan, siapapun dia. Kagum, sekaligus merasa malu. Ah, begitu hebat orang-orang itu!

Hari makin sore, acara ditutup, dan seluruh peserta Munas dengan teratur memasuki bus yang telah terparkir berjejer di depan gedung. Perjalanan menuju Kaliurang memakan waktu sekitar satu jam. Perlahan, gelap merayapi langit, dan udara kian dingin. Saya tak sempat tertidur barang sedetik pun. Antara bersemangat dan begitu nervous, sebab draft Munas baru sempat benar-benar terbaca saat di pesawat tadi.

Di Kaliurang, Hotel Kana.
Ini sih bukan jauh lagi! Serasa di Puncak setelah melewati berliku-likunya jalanan. Saya mengamati dua panitia yang lincah itu, mbak Azi dan mbak Dee (Rahmadiyanti). Mbak Azi tertidur lelap sepanjang perjalanan, dan ketika sampai, ia kembali dengan semangatnya yang rasanya nggak pernah habis. Mbak Dee sempat menemani saya dan mbak Rahma, ngobrol tentang perjalanan ke Yogya. Di dalam hotel, beberapa delegasi yang baru hadir kebingungan, selama beberapa lama kami belum kebagian kamar.

Shalat maghrib dan beres-beres, akhirnya saya dan mbak Rahma dapat kamar di lantai atas. Surprise! Di dalam kamar sudah menunggu dua orang, mbak Rofiah dari FLP Hongkong dan mbak Muttaqwiati! Hah! Yang bener nih! Ketemu Muttaqwiati!!! Saya nyengir lebar dan menyapa mereka berdua. Sejak saat itu, kamar terasa hangat dengan keramahan dan rasa yang tiba-tiba saja terjalin erat.

Di luar ruang sidang, kami dan FLP’ers DKI berkumpul untuk konsolidasi wilayah. Mbak Dala, Zizah, Echa, Asa Mulchias, BiJe, Koko Nata, Deny, pak Nayzen (bener nggak ya tulisannya?), saya, dan mbak Rahma. Apa saja yang kami bicarakan? Seputar nama dan topik-topik pembahasan Munas. Saya pun lupa. Satu hal yang kemudian memenuhi pikiran saya, konsolidasi memang penting!

Sidang dimulai, sesi pembukaan, sidang komisi, sidang pleno, pemilihan Majelis Penulis,…dan seterusnya. Saya berkali-kali tertegun. Beginikah sosok-sosok itu? Saya baru kenal dan melihat jelas bagaimana mereka. Seandainya masih ada orang yang berkata di depan hidung saya, bahwa perempuan dalam Islam itu terpinggirkan dan terbelakang, maka saya akan menudingnya dan menyuruhnya hadir di antara kami semua saat itu. Lihat mereka! perempuan-perempuan cerdas itu! Mbak Izzatul Jannah alias Intan Savitri, yang katanya Sarjana Peternakan plus ahli hukum dan sastra, mbak HTR dan Asma Nadia yang tak diragukan lagi semangat, kecerdasan, serta cinta mereka pada forum ini, mbak Rara dari FLP Sumut yang dengan berani berkali-kali interupsi dan mengemukakan pendapat dengan lantang, Nurika dari FLP Yogya yang membuat saya bersemangat untuk membangun FLP Bekasi supaya lebih baik,…semua muslimah itu tak kalah hebatnya dengan M. Irfan Hidayatullah (sang Ketua Umum FLP terpilih), Haikal Hira Habibillah (yang selalu ‘berjasa’ membuat sidang berjalan efektif dengan ide-idenya), Bahtiar HS (sang Pemimpin Sidang),…mereka semua sungguh membuat saya mengembangkan sayap cinta pada FLP ini lebih lebar lagi.

Saya, dan pastinya juga mbak Rahma, tidak akan pernah melupakan pengalaman ini. Begadang hingga jam 3 pagi demi menyelesaikan pembahasan Anggaran Dasar FLP, konsolidasi dengan FLP DKI hingga larut malam, capek sampai hampir tertidur di ruang sidang sebab acara dimulai sekitar pukul 7 pagi, dan sekamar dengan dua orang yang pasti tidak bisa kami lupakan!

Apalagi? Selain cinta yang kian membekas di hati saya. Seperti Dirman dari FLP NTB, yang datang jauh-jauh naik bus selama 3 HARI dan sampai di tempat sekitar pukul 21.30 WIB hari Sabtu (26/02). Seperti mbak Nesia dari FLP Jepang, yang kebetulan sedang di Indonesia, yang terbang dari Jakarta pagi-pagi sekali hari Ahad dan pulang kembali siangnya. Seperti panitia acara dari FLP Yogya yang telah menjamu peserta dengan baiknya (sampai saya heran, sebab fasilitas demikian lengkap dan kamar-kamar yang nyaman itu tak mengisyaratkan bahwa mereka kekurangan dana). Seperti mbak HTR dan mbak Asma yang resah mereka begitu terlihat, sebab bisa dikatakan Munas kemarin adalah salah satu titik penentuan langkah panjang forum tercinta ini ke depan nanti.

Apalagi? Saya jatuh cinta, dan berusaha untuk selalu merawatnya. Saya telah tercebur dan menceburkan diri di dalamnya untuk mendapatkan dan memberikan jumlah tak terhitung dari setiap denyut rasa, pikir, dan hasrat saya untuk Forum Lingkar Pena.

By Vita
Maret 2005