Friday, May 06, 2005

[curhat] Yang Tersisa bukan Berarti Sampah!

“Karya-karya FLP tidak akan membuat pembacanya tersesat. Ini sebuah jaminan ! Karena setiap penulis FLP memiliki tanggung jawab moral untuk setiap karyanya. Penulis FLP tidak hanya harus pandai menulis, pintar berimajinasi, tetapi ia harus memahami Islam secara menyeluruh.” Suara lantang mba HTR (kurang lebih seperti itu bunyinya) di setiap workshop kepenulisan yang saya ikuti, tiba-tiba memecah konsentrasi saya di saat mencoba untuk menangkap ‘ikan-ikan’ yang ada di ‘kolam’nya Bapak Hernowo (Buku Mengikat Makna; Kaifa). Duh, tiba – tiba saya merasa berat. Berat di hati, berat di otak. Jujur, Saya nekat menceburkan diri ke FLP karena ingin mencari makanan rohani tanpa harus merasa diceramahi atau didakwahi. Tapi siapa sangka, ternyata di FLP, Saya juga harus bertanggung jawab untuk memberi makan rohani orang lain !

Lalu saya gerakkan jemari sambil menghitung dan mengingat perjalanan waktu dari bulan September tahun 2004 sampai hari ini, 29 April 2005 Pkl. 22.30 WIB. Tujuh bulan Saya selalu hadir di pertemuan FLP Bekasi. Bahkan rela untuk tidak berkata jujur pada atasan di kantor, hanya untuk ikut-ikutan menahan kantuk dan merasakan dinginnya Kaliurang dalam MUNAS FLP beberapa waktu lalu ! (Boys n girls… don’t do this anymore…!) Dan di setiap pertemuan itu pula selalu saya temukan berjuta kekaguman! Saya selalu terkagum dengan FLP’ers yang di setiap kehadirannya selalu membawa sebuah maha karya, kagum dengan Flp’ers yang terus bersuara untuk mendapatkan kepuasan ilmu. Saya kagum dengan FLP’ers yang seakan–akan kepalanya tidak pernah kosong dengan ide dan saya terkagum dengan FLp’ers yang telah memberikan hatinya untuk FLP Bekasi.

Tapi saya melihat diri saya seperti sesuatu yang tersisa di FLP Bekasi. Bayangkan, kehadiran saya di FLP Bekasi selama 7 bulan ini - belum lagi ditambah dengan kehadiran saya di Workshop Kepenulisan di luar FLP - belum ada sebuah karya pun yang berani saya tunjukkan ! (Contoh bagus omongannya Bang O. Solihin nih… hehehe). Setiap pembahasan mengenai kelemahan penulis pemula, pada saat itu pula saya melihat bahwa semua contoh ada pada diri saya. Tak perlu bicara ada berapa kelemahan, tapi satu kelemahan maha dasyat yang dibicarakan namun tidak mau dibahas oleh Bang Bayu Gautama pun ada pada saya : M A L A S (bang Bayu nyerah enggak mau ngebahas karena obatnya g dijual bebas: cuma ada di dalam hati penulis itu sendiri), Namun pernah pada suatu malam, betapa senangnya saya hanya karena sudah bisa mencoret ketergantungan saya dengan sebuah komputer (maksudnya saya MALAS menulis dengan alasan tidak ada komputer di rumah!) dari isi “daftar halangan menulis”. Dengan semangat, saya mengirim sms ke seorang FLP’ers hanya untuk menceritakan bahwa saya sudah bisa menulis hanya bermodalkan kertas HVS kosong dan pulpen seharga tiga ribu rupiah! Hanya masalah sepele ya? Tapi jujur, memang itu yang saya rasakan.

Saat ini, saya sedang mencoba menulis 2 buah cerpen, salah satunya tentang pernikahan di mata 2 orang cowok yang berbeda. Bukannya mandeg nulis, tapi layaknya ciri seorang penulis pemula yang mencari kesempurnaan ditambah lagi ucapan Mba HTR tentang tanggung jawab moral, saya berpikir untuk menunda cerpen itu dulu. Saya butuh lebih dari sekedar imaji. Kata bapak Hernowo, saya harus melejitkan kemauan dan kemampuan saya untuk membaca dan menulis buku. Jadi yang dibutuhkan saat ini adalah membaca buku tentang pernikahan, baru setelah itu menulis buku tentang pernikahan. Atau mungkin sebaiknya praktek dulu ya? Bukankah praktek itu lebih baik daripada teori ? He he he

“Yang Tersisa Bukan Berarti Sampah”

Kenapa saya menulis kalimat ini ? Sebenarnya sih saya cuma mau sekedar berbagi dengan FLP’ers. Mungkin ada yang seperti diri saya (kalau enggak ada pun justru lebih baik!), memposisikan dirinya seperti bagian- bagian yang tersisa… Tapi ibarat daur ulang.. dari yang tersisa pun kini menjadi barang seni eksotik, mahal dan banyak dicari orang! Jangan salah, masuk FLP itu memang BERAT ! Berat karena di dalamnya ada sekumpulan orang–orang pintar seperti kita yang punya banyak rasa CINTA … untuk saudara-saudara kita… Dan rasa CINTA untuk ALLAH tentunya.

Jadi…, terima kasih kepada SANG WAKTU yang telah memperkenalkan Saya dengan FLP. Dan FLP’ers… selamat menjadi “petualang imaji”…!

by Rahma

2 comments: