Thursday, December 30, 2004

[RESENSI] Menulis Sebagai Pengobatan Alternatif

Pengertian kita tentang pengobatan alternatif biasanya hanya terbatas pada tempat yang bersuasana mistik yang diwarnai asap dupa, perdukunan yang hampir tidak bisa diterima oleh logika, karena memang pengobatan seperti itu dasarnya adalah pengetahuan tradisional. Selain itu pengobatan alternatif dapat juga berarti berupa obat-obat tradisional atau yang langsung diperoleh dari alam, seperti jamu-jamu yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ataupun hewan yang dipercaya mampu meningkatkan kesehatan peminumnya. Pengobatan alternatif ini dapat juga berarti pengobatan yang tidak menggunakan cara medis melalui obat-obat yang biasa diresepkan oleh dokter-dokter lulusan fakultas kedokteran.

Di dalam buku Quantum Writing : Cara Cepat nan Bermanfaat Untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis, disebutkan bahwa menulis itu ternyata juga dapat digolongkan menjadi sebuah pengobatan alternatif.
Bagaimana sebuah kegiatan menulis itu dapat menjadi salah satu jenis pengobatan alternatif disebutkan dalam buku tersebut dengan mengutip penelitian yang dilakukan Dr. Pennebaker di Fakultas Psikologi Universitas Southern Methodist dalam bukunya Ketika Diam Itu Bukan Emas. Pengobatan alternatif yang dimaksudkan adalah dengan terapi menulis. Menurut penelitian Dr. Pennebaker, bahwa orang-orang yang mengalami suatu penyakit mental akibat masalah sosial atau mungkin trauma akibat peristiwa yang dialaminya di masa lalu, kemudian berakibat timbulnya penyakit seperti stress, depresi, dan semacamnya, akan menjadi merasa lebih sehat setelah mereka menuangkannya kepada sebuah naskah yang berbentuk tulisan.
Hal ini sudah dibuktikan secara ilmiah melalui percobaan laboratorium, dengan hasilnya yaitu meningkatnya sel darah putih manusia, yang berfungsi sebagai sel pelindung tubuh ketika diserang kuman penyakit. Ini terjadi pada orang-orang tertentu yang diuji sampel darahnya, pada saat sesudah menulis peristiwa atau trauma sosial yang dialaminya. Sel-sel darah putih yang dimiliki setelah percobaan dilakukan akan meningkat jauh bila dibandingkan dengan jumlah sebelumnya.

Padahal sudah banyak orang tahu bahwa belajar menulis itu tidak mudah. Apalagi pada masyarakat Indonesia yang budaya tulis menulis serta budaya membacanya sangat rendah, ditambah lagi sebagian besar dari masyarakat yang lebih menggemari budaya berbicara lisan dibanding dengan budaya menulis dan membaca.

Ini dibuktikan dengan lebih pesatnya penjualan handphone (HP) di Indonesia, yang harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan harga sebuah buku. Sehingga akibat tidak terbiasa membaca dan menulis membuat jiplak-menjiplak tulisan sudah menjadi hal yang sangat biasa. Biro-biro jasa yang menjual jasa tertentu, khususnya jasa pembuatan skripsi atau tesis yang merupakan salah satu karya ilmiah penting, sangat mudah kita temukan di sudut-sudut kota besar di seluruh Indonesia. Mengenaskan sekali memang Indonesiaku….

Pada bagian pertama buku ini yang terdiri dari tiga bab, Hernowo banyak memaparkan tips-tips tentang bagaimana meningkatkan motivasi dan keinginan untuk memulai suatu kegiatan tulis menulis dan apa yang menyebabkan orang itu berkeinginan melakukan kegiatan tulis menulis. Pada bagian ini lebih banyak dibahas tentang bagaimana mengubah pandangan pembaca, bahwa menulis itu tidak sulit seperti yang dibayangkan, dengan memberikan ide-ide awal kepada para penulis pemula agar dapat segera memulai kegiatan menulis yang bahan tulisannya bisa dimulai dari hasil penggalian tentang “diri” sendiri secara pribadi.

Selama ini belajar menulis dianggap sebagai suatu hal yang tingkat keseriusannya sangat tinggi, ditambah lagi kegiatan ini harus ditopang juga oleh kegiatan membaca yang baik. Kedua hal ini menjadi penyebab kemalasan bagi sebagian orang untuk memulai aktivitas menulis yang harus disertai dengan aktivitas membaca. Jika membaca saja sudah malas apatah lagi memulai suatu karya di bidang tulis-menulis ini. Padahal di kala senggang pasti kita menyempatkan diri untuk sekedar membaca koran, majalah, artikel, atau kegiatan lain. Dan yang lebih serius lagi dalam pekerjaan kita di kantor, tentunya kita tidak asing terhadap surat penawaran barang, surat perintah kerja, memo, surat lamaran dan lain-lain yang merupakan produk tulisan yang sering kita baca.

Sehingga tanpa kita sadari bahwa kegiatan membaca sebenarnya telah menjadi darah daging dari kehidupan itu sendiri, dimana kegiatan sehari-hari yang telah kita lakukan itu sebenarnya merupakan dasar-dasar dari kegiatan menulis. Karena dari kegiatan membaca yang telah dilakukan itu dapat dijadikan sebuah ide yang kemudian dapat kita kembangkan menjadi sebuah tulisan yang bermakna, bila kemudian kita dapat merangkainya dengan apik dan diramu bersama dengan pengalaman pribadi penulisnya.

Tetapi banyak orang tidak tahu bahwa kegiatan menulis itu sama juga dengan kegiatan lainnya. Kita akan bersemangat melakukannya bila kita dapat merasakan manfaat langsung dari kegiatan yang kita lakukan tersebut. Misalnya berolahraga, kita merasa bahwa olahraga tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan kita sehingga guna memperoleh kesehatan yang baik maka kita rutin melakukannya. Begitu pula dalam kegiatan menulis, kita pun harus merasakan manfaat darinya supaya dapat melakukannya dengan semangat.

Jadi, pada buku Quantum Writing ini, khususnya di bab 1, Hernowo mencoba merangsang para penulis pemula dengan metode pendekatan psikologis seorang manusia, bahwa kegiatan menulis itu dapat dirasakan manfaatnya langsung oleh si penulis, yang akhirnya dapat membuat penulis seakan-akan menjadi ketagihan menulis, atau dengan menulis seakan-akan beban yang menyesakkan dada dapat terlampiaskan, atau juga mungkin dapat merasa bahwa menulis itu merupakan kebutuhan pokok sehari-hari, sama seperti juga makan dan minum, yang harus dilakukan terus-menerus setiap hari.

Hernowo juga sangat menganjurkan agar para pemula yang baru mulai belajar menulis senantiasa meluangkan waktunya sekitar lima belas menit per harinya untuk menulis dan juga untuk melakukan kegiatan membaca. Menulis dengan cara mencicil sedikit demi sedikit secara rutin serta membaca materi apa saja yang menarik untuk dibaca.

Pendekatan psikologis juga berarti bahwa dengan menulis kita dapat mengatasi rasa amarah, iri, kelemahan diri, dan kebencian yang ada pada hati kita. Menulis jelas sangat membantu kita untuk mengatasi rasa “sok” tahu kita. Menulis dapat membuat diri kita hati-hati dalam memutuskan sesuatu. Menulis dapat membuat diri kita dapat lebih bijaksana (hal 95). Sehingga dengan menulis, segala penyakit hati yang kadang timbul dalam diri, dapat langsung kita atasi dengan menulis dan pada akhirnya kita akan lebih dekat kepada kehidupan nyata yang membuat kita dapat mengetahui secara mendalam potensi pribadi yang kita miliki serta anugerah-anugerah lain yang telah diberikan oleh sang Pencipta. Mengapa hal ini penting untuk digarisbawahi, sebab pada jaman sekarang ini, penyakit hati sering menjadi sumber dari berbagai macam penyakit jasmani yang diderita oleh seorang manusia modern.

Hal itu telah dibuktikan langsung dengan penelitian yang sangat ilmiah dimana sang obyek penelitian diambil sel-sel darahnya ketika sebelum dan sesudah menulis. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Pennebaker di Fakultas Psikologi Universitas Sothern Methodist menjelaskan bahwa “Orang-orang yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis menunjukkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh dibandingkan dengan orang-orang yang menuliskan masalah-masalah remeh temeh” (hal 34).

Pada Bab 2, dengan judul “Perjalanan Menjelajah Diri : Menulis Bagi diri sendiri”, Hernowo bermaksud untuk merangsang pembaca agar menulis bagi diri sendiri saja tanpa memikirkan apakah orang lain bakal berminat membacanya, atau apakah tulisan kita dapat diterima di media. Jadi pada bab ini intinya adalah mengenali diri yang dimulai dengan membuat pertanyaan-pertanyaan. Dan bertanya sebanyak mungkin tentang apa saja yang menyangkut keberadaan kita, termasuk tentang “diri” kita sendiri (hal 61), walaupun pertanyaan itu tidak harus kita jawab. Jadi prinsipnya kita harus bertanya tentang diri kita sebanyak-banyaknya, karena dengan pertanyaan-pertanyaan itulah kita berlatih menulis. Berlatih menulis dengan membuat pertanyaan dimaksudkan untuk merangsang diri kita untuk memunculkan keinginan agar kita terus didorong untuk mengetahui diri kita sendiri (hal.62).

Pada Bab 3, penulis bermaksud untuk lebih menegaskan kembali pentingnya membaca bagi siapapun yang ingin mengembangkan budaya menulis. Mengapa membaca merupakan saudara kembarnya menulis, karena dengan membaca kita dapat memperkaya diri dengan sekumpulan kata-kata. Bila kita sudah mempunyai sekumpulan kata-kata tadi, maka banyak yang kita dapat ungkapkan melalui sebuah tulisan yang apik. Dan tulisan yang apik itu hanya dapat dialirkan dengan makin banyaknya kata-kata yang kita peroleh akibat membaca, jadi ternyata memang “Menulis memerlukan saudara yang siap membantunya. Saudara menulis itu bernama membaca” (hal.103).

[to be continued...]

*Dwinu*

[Judul Buku]Quantum Writing - Cara Cepat nan Bermanfaat Untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis

[Editor] Hernowo

[Cetakan] Pertama, November 2003

[Jumlah Hal] 243 Halaman

[Penerbit] MLC (Mizan Groups)

0 comments: